Yang Aku Sesali

, , 16 comments
Assalamu'alaikum

Setidaknya ada 2 kejadian setahun terakhir ini yang membuatku menyesal... dan semua berkaitan dengan ibuku.

Kejadian pertama:
Seperti yang pernah aku ceritakan di potingan sebelumnya, ibuku adalah orang yang cerewet. Dalam beberapa hal, levelnya naik menjadi "sangat cerewet". Di usianya yang 59 tahun sekarang ini (dan beliau masih lincah, alhamdulillah), masih sering berkata kepada anak-anaknya, terutama aku, seperti ini:
  • "Ayo salim dulu sama Bu Prapti!" --> ketika ada tamu ke rumah dan ibuku belum melihat dengan mata kepalanya sendiri apakah aku sudah salim (bersamalan) sama tamu tersebut atau belum.
  • "Sudah cuci kaki belum?" --> ketika aku mau masuk kamar, habis dari bepergian.
  • "Dek, caranya nyuci piring sudah tau kan? Caranya bla bla bla..." --> ketika aku akan mencuci piring.
  • dan sederet kalimat yang menurutku remeh-temeh lainnya.
Apakah aku tidak "nJAWAni" sehingga ibuku perlu memintaku salim kepada tamu? Tentu aku sudah salim. Hanya saja ibuku tidak melihat.
Apakah aku tidak cuci kaki sebelum ke kamar? Tentu saja cuci kaki. Karena aku sendiri juga risih kalau kotor.
Apakah aku tidak tahu cara mencuci piring yang baik dan benar? Tentu aku tahu. Sejak kecil bahkan ibuku sendiri yang mengajarinya.

Kadang aku bertanya pada diriku sendiri: Ada apa dengan ibuk? Apakah ini tentang kepercayaan (trust)nya kepadaku sebagai anak bungsu yang dirasa masih perlu banyak "diajari"? Apakah tentang memorinya yang memang menurun, sehingga serasa "tidak bosan-bosannya" mengingatkanku tentang hal-hal yang sama? Apakah tentang kekhawatirannya bahwa suatu hari aku belum mampu menjadi wanita yang mandiri dan mampu mengerjakan pekerjaan rumahku sendiri?

Dan ketika aku sudah jenuh saat itu, aku berkata dengan sedikit esmosi kepada ibuku, dengan bahasa Inggris (ibuku waktu masih lajang sempat jadi guru bahasa Inggris SMP, jadi menurutku gak papa aku pake bahasa Inggris, yang menurutku bahasa itu tidak akan menyakitinya terlalu dalam):
"Mom, i'm 24 years old now! And you just act like i'm a kid! Of course i know how to do it well!" omelku.
"Oh, sampeyan sudah besar ya sekarang? Iya ya, ibuk lupa" katanya sambil tertawa-tawa.
"Yes, I am!"
-----

Kejadian kedua:
Saat ini aku sedang mengerjakan Tesisku. Insya Allah semester akhir (semester 4), amin. Berkaca pada pengalaman mbakku yang Tesisnya mundur selesainya sampai 1 tahun karena sibuk bekerja, ibuku juga mewanti-wanti aku bisa selesai tepat waktu (pengumpulannya 2,5 bulan lagi).

Dalam banyak kesempatan, baik saat telepon atau saat aku pulang ke rumah, ibuku selalu bertanya tentang bagaimana progress-nya. Aku biasanya menjawab ogah-ogahan dengan berkata: "Kabar tesisnya baik. Lagi dikerjakan" --> entah kenapa aku tidak suka ditanya tentang sesuatu yang sensitif buatku #tesisitusensitip #jangantanyatanya #lagigalak
Belum puas, masih dicecar dengan pertanyaan, "Baik gimana? Sudah sampai mana?" dan seterusnya. 

Hingga puncaknya waktu beberapa minggu yang lalu kami teleponan, ibuku bertanya lagi:
"Gimana dik, sampai mana?"
"Ya, sudah ketemu orang perusahaan"
"Tapi dikerjakan kan?"
"Ya iyalah", jawabku mulai males.
"Jangan sampe kayak mbak lo, nanti mundur-mundur"
"Ya nggak buk, aku juga gak mau", kataku yang nggak suka di-under estimate
"Yowis, pokoke dikerjakan terus lo ya. Lha temen-temenmu gimana? Nanti jangan-jangan sampeyan sendiri yang ketinggalan?"
Dadaku mulai sesak. Aku pengen nangis. Dengan suara tertahan, aku menjawab, "Ya enggak lah buk. Wis lah, pokoke aku kan nggarap"
Tak disangka, ibuku ikut memelankan suaranya, sepertinya khawatir amarahku meledak, "Tapi ya gak salah kan kalo ibuk tanya gitu? Ibuk kan cuma pengen tau. Yo wis, assalamu'alaikum"
"Wa'alaikumsalam"
Telepon ditutup.

Pertanyaan ibuku yang terakhir berulang-ulang secara otomatis di kepalaku sampai saat ini: "Tapi ya gak salah kan kalo ibuk tanya?" --> Iya buk, ibuk memang nggak salah. Mungkin aku juga nggak sepenuhnya salah. 
Mungkin aku lagi capek, setelah seharian kesana kemari mencari tempat penelitian, bingung ini itu membaca jurnal-jurnal, bosen nunggu dosen selama berjam-jam, atau mengerjakan tugas-tugas mata kuliah lain. Pada saat tertentu, aku selalu ingin sendiri. Menghabiskan waktu untuk memikirkan yang telah terjadi seharian. Tanpa teman, tanpa laptop, tanpa ada yang mengajak bicara. Mungkin karena aku orang yang introvert, dimana aku justru mendapatkan "energi" ketika aku sendiri. Merenungi berbagai hal, yang mungkin banyak diantaranya menjadi inspirasi dalam menuliskan topik dalam blog ini.
Dan pada saat "kurang tepat" itulah, ibuku menelepon. Hasilnya, aku merespon dengan cara yang "kurang tepat" pula.
-----

Ibuk, maafkan aku yang sudah bikin banyak salah ya. Aku yakin, suatu hari nanti, aku pasti akan merindukan segala omelan dan kecerewetanmu.
Temen-temenku bilang, tentor lesku dulu bilang, YOU ARE GREAT, MOM! 
I'm proud being your daughter. You are my parent, my friend, my inspiration, my everything.

Bapak, aku, mbak, ibuk
Bahkan sejak bapak nggak ada, ibuk yang menggantikan peran sebagai ibu sekaligus bapak. Sebagai pencari nafkah buat aku dan mbak. Ibuk selalu bilang tidak ingin menikah lagi. Cinta ibuk cuma buat anak-anaknya, katanya. Hingga ada temanku yang berkata kepadaku: Mungkin suatu saat kalau sudah menikah, kamu mencontoh sikap ibumu, hanya setia pada satu lelaki. Tidak ada yang lain. Hmmm... (yang jelas sampai saat ini aku bukan tipe perempuan yang mudah jatuh cinta) #mendadakcurhat

Kalo aku ditanya, apa dampaknya ke aku karena aku hanya sebentar bersama bapak? (Kebetulan) juga aku tidak terlalu dekat dengan bapak? --> maka aku belum tahu jawabannya. Karena ibuku juga sekaligus bapakku. Memiliki kelembutan sekaligus ketegasan dalam bersikap dan bertindak. Disiplin sekaligus tetap mudah trenyuh hatinya melihat penderitaan orang lain. I love you, ibuk! Forever! :-*

Wassalamu'alaikum

16 comments:

  1. huhu merinding mbak baca cerita ini, itulah sosok ibuk yang meski kadang kita jengkel dibuatnya tapi itu semata karena kita belum faham bahwa beliau seperti itu karena cintanya ke kita.. semoga ibuk diberi kesehatan, umur panjang dan hati yang bahagia selalu aamiin..

    tentang thesis, kayaknya emang sensi ya kalo ditanya hal itu, suamiku juga gitu mbak, sy tanya kapan mau dikerjakan hasilnya malah ndak dijawab sepertinya ndak suka ditanya hal itu hehe..

    ReplyDelete
  2. amin amin amin ya Robbal 'alamiinn...

    hehe iya mbak, kadang pengennya itu ya digarap diam2, tau2 udah selesai, gak usah ditanya2 (halah) #ngeles

    ReplyDelete
  3. anak itu sampai kapanpun akan selalu dianggap masih kecil oleh ibunya... jadi nikmatilah... karena seperti itu memang rasanya... turuti saja semua kemauannya... :) posting yang bagus sekali...

    ReplyDelete
    Replies
    1. hmmm...iya ya, baru ingat ada prinsip kayak gitu.
      Jadi berpikir, apa nanti kalo aku jadi seorang ibu, akan berperilaku sama seperti itu kepada anakku?

      Delete
  4. Lho, aku kalau mau pacaran dan bilang ke ibu ku, ibuku cuma bilang "yakin mau pacaran, kencing aja belum lurus" "yakin mau pacaran, bekel ke kantor aja masih suka mama yang masak". Padahal, tak jarang yang masak bekel buat ke kantor adalah aku sendiri :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. haha "kenyataanmu" yang pertama menggelikan sekali... #ups

      kalo "kenyataanmu" yang kedua, itu antara mama kadang lupa bahwa kamu yang sering masak sendiri, atau sebenernya kamu mengingkari bahwa bekalmu yang masak emang selalu mama #ups lagi

      Delete
  5. Saat kita sudah jadi ibu-lah, kita akan sangat memahami mengapa ibu kita seperti itu :-) karena sesungguhnya seluruh bahasa ibu adalah bahasa cinta. dan terkadang kita sebagai anak tidak memahaminya, dan sekali lagi kita akan memahaminya setelah kita jadi ibu....


    semangat dek Paty yang imut ^^ salam lagi dech buat ibu. Salah satu perempuan tangguh yang pernah kukenal :-) salam juga buat mbak Rahma ya...

    ReplyDelete
    Replies
    1. wah, bahasa cinta reeekkk...
      iya sih mbak, tapi kadang sebagai anak kan jadi herman (heran), kenapa masih dibegitukan? heuheu
      oke deh, aku tunggu pas nanti jadi ibu deh, biar bisa merasakan sendiri. Amiinn...

      Delete
  6. Malah ngakak baca komentar Adiitoo di atas. Jadi lupa mau komen apaan. Hehehe...

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehe iya... mungkin pertanyaan dalam hati kita sama mbak: "Masak iya si Adit kencingnya masih mencong-mencong?" hehe

      salam kenal mbak Isnuansa... ternyata istrinya mas Gie Wahyudi toh? :)

      Delete
    2. salam kenal mba.. iyaa cerewetnya itu ngangenin...
      sukses ya mba tesis nya...tetep semangaaaaat!!!;)

      Delete
    3. salam kenal juga Khansa :) iya, meski cerewet tapi ngangenin :)
      makasih... sukses buat bisnisnya Khansa juga ya...

      Delete
  7. beruntung banget ada yang cerewetin, dan itu memang SANGAT PERLU biar kamu bosan, sumpek, dan akhirnya mau gak mau cepat cepat menyelesaikan tesismu. Banyak orang tua yg TAMPAK sabar membiarkan anaknya lelet ngerjain skripsi (sampai akhirnya pada beberapa kasus DO) lalu mbathin dalam hati dan akhirnya pikiran, kemudian sakit...meninggal dan si anak menyesal seumur hidupnya #soksadis

    beruntung banget ada yang cerewetin, karena itu berarti beliau masih 'Ada'

    beruntungnya dulu aku juga dicerewetin, motto Ibuku : walau kita ribut (ibaratnya) 27 kali sehari yg penting skripsimu cepet selesai (dosen pembimbing kalah). sayangnya sekarang gak ada yg cerewetin aku buat update blog hehehe... #curcol.eh

    ReplyDelete
    Replies
    1. huhuhu iya mas... bener banget tuh yg bagian "mbatin, sakit, meninggal" --> setidaknya untuk keluarga yang alur komunikasinya antara anak-orangtua kurang lancar.

      ho'oh, komenmu yahud banget mas :)

      yowis ayo ayo sekarang tak cerewetin, UPDATE BLOGNYAAAA!!!! haha...

      Delete
  8. Lha, Ibu saya sendiri juga bersikap seperti itu mbak. Seperti nggak percaya kalau anaknya ini mampu melakukan hal-hal tanpa bantuannya. Tapi saya tahu mbak, Ibu itu hanya khawatir dengan anaknya. Seringnya anak terbelit emosi ketika menghadapi kekhawatiran Ibu. Itu juga terjadi sama saya.

    Jadi, ya saya sih mencoba untuk tetap sabar saja...

    ReplyDelete
    Replies
    1. yup, sikap yang bagus tuh, SABAR :)
      iya, kadang persepsi anak dan orangtua beda. Namanya juga beda generasi, beda apa yang "dikhawatirkan", beda pemikiran. Anak merasa sudah bisa mandiri, orangtua merasa "ini tetep anakku yang aku gendong & aku susuin kemarin", haha

      Delete