Assalamu’alaikum...

Kalian pasti tau yang namanya poliklinik. Ya, di poliklinik biasanya ada poli gigi, poli anak, poli umum, poli jantung, poli kandungan, dan sebagainya. Nah, kenapa kita ngomongin hal ini? Karena kita akan membahas tentang poligami *maksa meski gak nyambung*. Hehe. Ini juga sebagai janjiku untuk menulis sedikit tentang poligami, terkait dengan resensi buku Tere-Liye pada postingan sebelumnya disini.

Well, poligami itu fenomena menarik, menurutku. Dimana seorang laki-laki berhak menikahi lebih dari satu istri, dan maksimal empat istri dalam satu waktu. Kira-kira begitu menurut keyakinanku.


Assalamu'alaikum...

Fenomena memakan LIDI tampaknya makin marak akhir-akhir ini.
Hmm... entahlah, tapi teman-temanku juga ikut meramaikannya.
Yah... manusia kan kurang lebih termasuk omnivora, jadi apapun bisa dimakan (asal halal) :)

Tapi tunggu dulu, mereka bukan memakan lidi seperti ini:
lidi asli






















Tapi mereka (dan aku) makan jajanan lidi (alias biting - bahasa Jawanya) seperti ini:
lidi alias biting yang kami makan


















Wah, aku gak menyangka bahwa di Surabaya ada juga yang jual lidi ini.
Aku kira hanya di Kediri yang notabene kota besar agak besar dan beberapa daerah saja yang menjualnya.
Ah, aku lupa tahun berapa aku mulai mengenal lidi ini, mungkin pas SD atau SMP.
Dan aku kaget setelah mendapati bahwa di kantin kampusku juga menjualnya, dan agak heran, kadang juga benar-benar heran kenapa teman-temanku yang sudah "besar" masih suka lidi ini. Hoho...

Lidi ini harganya Rp 1.000,- kalo gak salah per bungkusnya (karena aku gak pernah beli sendiri),
Ada yang rasanya asin dan pedas.
Pedas tentu saja a big no-no buat lidahku,
apalagi bumbu 'merah'nya seperti chilli powder alias bubuk cabe di mie instan yang bisa bikin tersedak kalo makannya gak hati-hati dan gak dihayati, halaaahhh...
Lagipula pedas membuatku malah sibuk mencari minum alih-alih menikmati lidinya :-/

Yang rasa asin, nah ini yang aku suka.
Awalnya ngincip punya temen 1 atau 2 batang lidi, akhirnya ngerasa enak ternyata.
Asinnya asin banget, garamnya masih banyak yang berbutir alias belum halus semua.
Good job! I like it! :)

Tapi, lidi ini jauh lebih keras dan lebih tipis dibandingkan dengan mie instan, juga lurus, gak keriting.
Mungkin ada campuran bahan lain sehingga bisa seperti itu.

Oya, kembali ke temen-temenku yang suka lidi ini, kemungkinan kenapa mereka memutuskan untuk beli ada beberapa poin (analisa ala chef Fatma Quinn):
  1. mereka suka rasanya tapi gak tau kalo kebanyakan bisa berbahaya buat tubuh (karena aku yakin pasti mengandung bahan-bahan pewarna, pengawet, penguat rasa, dan MSG)
  2. mereka suka rasanya dan tau bahayanya buat tubuh tapi cuek aja karena memang pengen
  3. mereka gak suka rasanya tapi ikut-ikutan beli karena temen-temen laen pada beli juga,
  4. pengen coba-coba aja, kalo beneran enak, baru repeat order :)
  5. biar keren aja ngunyah lidi sambil dengerin dosen njelasin pelajaran di kelas (nah lo!) :p
Kalau aku pribadi sih suka,
tapi entahlah setiap beli makanan seperti itu (chiki dsb) yang notabene kurang menyehatkan (ceileee), aku pasti merasa berdosa karena sudah mengeluarkan uang untuk beli makanan tsb.
Mungkin karena dari kecil ibuku melarang aku dan mbakku beli semacam chiki tsb, akhirnya aku tidak terbiasa membelinya (sampai sekarang), kecuali kalo untuk jajan pas lagi pergi buat teman di perjalanan (lhah, sama aja donk!)
Enggak sih, cuman perjalanan kayak gitu kan gak sering-sering amat, jadi terhitung jarang banget aku beli chiki.
Kalo dikasih??? Ya diterima dengan lapang dada.
Muahahaha...
Termasuk lidi ini, temen-temenku udah heboh beli, aku sih santai aja,
paling cuma nyobain 1 atau 2 batang, atau 3, 4, 5, 6, ... 100 batang punya mereka.
Wakssss!

nb: Gak semua yang lo baca itu bener.
Gak semua yang lo denger itu bener.
Tapi blog ini dibuat sejujur mungkin biar keliatan bener-bener bener =)

Wassalamu'alaikum...
Assalamu’alaikum.
Kalau ada yang bertanya, novel apa yang bisa membuatku menangis tersedu-sedu, itu salah satunya adalah novel karya Tere-Liye, “Bidadari-bidadari Surga” judulnya. Special thank’s to Dik Ria yang telah memberikan kado yang sangat indah itu, juga Afina, rekan kerjanya, sahabat baikku :) Saking semangatnya, aku membaca novel ini hanya kurang dari 24 jam, hehehe… Serius!

Sampul depan
Sampul belakang
Judul              : Bidadari-bidadari Surga
Pengarang      : Tere-Liye
Penerbit         : Republika
Tahun terbit   : 2008 (cetakan I), 2010 (cetakan VI)
Tebal buku    : vi + 368 halaman
Ukuran buku : 20,5 x 13,5 cm

Ide ceritanya aku rasa sederhana saja, tentang pengorbanan seorang kakak (Laisa) demi kesuksesan keempat adik tirinya (Dalimunte, Ikanuri, Wibisana, dan Yashinta). Juga cinta, semangat, kerja keras, dan doa kepada Tuhan. Namun, Tere-Liye mengemasnya dengan begitu cantik, apik, menyentuh, dan sangat manusiawi. Deskripsinya tentang keindahan alam Lembah Lahambay yang dikelilingi batu cadas setinggi lima meter, Gunung Kendeng, sungai, hutan rimba, dan kebun strawberry nyaris sempurna. Pembaca seolah-olah menyaksikan sendiri panorama-panorama tersebut di depan matanya, persis menonton sebuah film dengan alur maju-mundur yang begitu rapat.

Dalam novel ini kita bisa belajar banyak hal, selain yang aku sebutkan di atas. Salah satunya adalah tentang takdir Tuhan, yaitu bahwa HIDUP, JODOH, REZEKI, dan MATI adalah sepenuhnya milik Allah. Manusia hanya bisa berikhtiar dan berdoa, tapi keputusan akhir tetaplah di tangan Allah.

Kak Laisa, seorang teladan dalam keluarga yang sudah terbiasa bekerja keras setelah babak (ayah) nya meninggal karena dimakan harimau Gunung Kendeng. Kak Lais, begitu ia dipanggil, memiliki keterbatasan fisik. Tubuhnya pendek (ketika dewasa hanya setinggi dada adik-adiknya), hitam, rambut kumal, dan gemuk serta dempal. Berbeda sekali dengan keempat adiknya yang tampan-tampan dan cantik. Ia mungkin tidak memiliki kecantikan fisik yang didambakan oleh setiap lelaki, tetapi ia memiliki kecantikan hati yang luar biasa yang mungkin sebetulnya lebih dibutuhkan oleh semua lelaki.

Bagaimana tidak, Kak Lais dengan ikhlas meminta kepada mamak (ibu) nya untuk berhenti sekolah saja saat kelas 4 SD, demi melihat keempat adik tirinya bisa sekolah, karena ia tahu saat itu mamaknya tidak punya cukup uang untuk menyekolahkan kelima anaknya sekaligus. Dengan ketekunan kerjanya bersama mamak, akhirnya Lais berhasil memiliki ribuan hektar kebun strawberry yang sebelumnya sama sekali belum pernah ditanam oleh penduduk Lembah Lahambay. Dari kampong terpencil di pinggir hutan, Dalimunte akhirnya berhasil menjadi profesor di bidang fisika yang terkenal di seluruh dunia, dengan penelitian terbarunya tentang “Badai Elektromagnetik Antar Galaksi” yang akan menghantam planet ini sebelum kiamat. Ikanuri dan Wibisana meskipun beda jarak usianya satu tahun tetapi sering dianggap kembar, berhasil mendirikan bengkel mobil modifikasi dan akan membangun pabrik spare-part mobil sport, dan Yashinta si bungsu yang mendapat beasiswa S2 ke Belanda dan menjadi peneliti untuk konservasi ekologi, meneliti tentang burung Peregrin atau Alap-alap Kawah dan sejenisnya, serta menjadi kontributor foto untuk majalah National Geographic.

Keempat adiknya tergolong mudah dalam mencari jodoh. Bagaimana tidak, mereka secara fisik menarik, pandai, shaleh, bisa menempatkan diri dengan baik, dan tetap rendah hati. Sedangkan Kak Lais? Hingga usianya 40 tahun lebih, belum juga mendapatkan jodohnya. Kak Lais bukannya tidak peduli dengan omongan penduduk kampung, apalagi setelah dilintasi (ditinggal menikah lebih dulu) tiga kali oleh adik-adiknya, tetapi Kak Lais selalu mengatakan kepada Dalimunte bahwa Allah telah mengirimkan keluarga terbaik dalam hidupnya, dan itu sudah cukup. Ia menerima takdir Tuhannya dengan lapang dada, meski tak dipungkiri setiap habis shalat tahajjud ia sering menghabiskan waktu sendirian di lereng bukit, bernostalgia tentang adik-adiknya yang dulu nakal sekali sekarang sudah sukses semua, dan tentunya merenungi tentang hidupnya sendiri; memandangi kebun strawberry yang luas, menuggu hingga langit menyemburatkan cahayanya tanda subuh menjelang. Dalimunte lah yang sering menemani kakaknya disana, setiap dua bulan sekali kepulangannya dari luar negeri.

Hingga hari kematian Kak Lais tiba karena kanker paru-paru stadium IV yang telah disembunyikan dari adik-adiknya selama sepuluh tahun, Allah belum juga menurunkan jodohnya ke bumi. Tapi mamaknya yakin sekali bahwa Lais adalah bidadari surga.
Dan sungguh di surga ada bidadari-bidadari bermata jeli (QS Al-Waqiah: 22),
Pelupuk mata bidadari-bidadari itu selalu berkedip-kedip bagaikan sayap burung indah. Mereka baik lagi cantik jelita (QS Ar-Rahman: 70),
Bidadari-bidadari surga, seolah-olah adalah telur yang tersimpan dengan baik (QS Ash-Shaffat: 49).

Maka, dalam epilog novel ini, Tere-Liye menulis:
"Dengarkanlah kabar gembira ini.
Wahai wanita-wanita yang hingga usia tiga puluh, empat puluh, atau lebih dari itu, tapi belum juga menikah (mungkin karena keterbatasan fisik, kesempatan, atau tidak pernah ‘terpilih’ di dunia yang amat keterlaluan mencintai materi dan tampilan wajah), yakinlah, wanita-wanita shalehah yang sendiri, namun tetap mengisi hidupnya dengan indah, berbagi, berbuat baik, dan bersyukur, kelak di hari akhir sungguh akan menjadi bidadari-bidadari surga. Dan kabar baik itu pastilah benar. Bidadari surga parasnya cantik luar biasa."

Jika di-rating dalam rentang 1 – 10, aku akan memberi nilai 9. Novel ini nyaris sempurna. Namun, ada beberapa kalimat awal dalam bab 39 (halaman 309) dan bab 44 (halaman 353) yang sedikit mengganggu alur cerita. Di bab 39, paragraf pertama, pengarang menulis seperti ini:
"Terus terang, mengungkit masa lalu Laisa bukanlah bagian yang menyenangkan. Tetapi tidak adil jika kalian tidak tahu ceritanya. Apalagi untuk mengerti utuh semua kisah ini. Mengerti betapa Kak Laisa tulus melakukan semuanya. Maka, dengan melanggar janjiku kepada keluarga mereka, ijinkanlah aku menceritakannya."
Dan di bab 44, sebanyak dua halaman, pengarang menulis tentang apa perannya dalam cerita di novel ini. Tere-Liye adalah saksi hidup atas peristiwa dalam keluarga mamak dan Laisa. Dan dia adalah salah satu penerima SMS mamak (selain keempat anaknya yang lain) yang mengabarkan tentang kondisi Laisa yang sedang kritis. Setelah dua halaman tersebut, pengarang kembali melanjutkan ceritanya dengan alur maju.

Agak janggal membaca novel seperti ini. Dimana sedang enak-enaknya menikmati alur cerita yang begitu indah, harus “terganggu” dengan fakta yang disampaikan pengarang yang mungkin sebenarnya tidak terlalu penting bagi pembaca. Misalnya, tentang apa hubungan pengarang dengan kisah yang ditulisnya, bagaimana perang batin dalam diri pengarang tentang apa yang boleh dan tidak boleh dikisahkan dalam novel ini, dan sebagainya. Mungkin hal-hal tersebut bisa dituliskan pengarang dalam kata pengantar atau dalam ucapan terima kasihnya, bahwa novel ini diangkat dari kisah nyata, misalnya, lalu proses perjuangan yang dilalui pengarang selama menulis, dst, dan bukan dalam “isi” novelnya.

Overall, novel ini sangat layak diapresiasi! Di tengah situasi negara ini yang “dibuat” oleh media seolah-olah sudah sangat bobrok dan tidak bermoral, Tere-Liye dengan cerdas dan menyentuh mampu mengangkat kisah sebuah keluarga kecil yang mungkin keberadaannya tidak diperhitungkan di tanah Indonesia yang begitu luas ini.
Apalagi jika benar bahwa ini cerita nyata dan telah dibaca oleh ribuan bahkan jutaan pasang mata, tidaklah mustahil jika suatu saat hikmah dalam novel ini akan memberi perubahan besar terhadap Indonesia khususnya, karena masyarakat kita telah memahami pentingnya kerja keras, doa, cinta, semangat, pantang menyerah, dan kerja keras serta kerja keras lagi.

Good job! I like it! *baca dengan gaya dan intonasi Rianti Cartwright di salah satu acara ajang pencarian bakat di stasiun TV swasta* :)

***

Maaf kalo ada yang protes tentang cara penulisan resensi ini, karena jujur aku lupa bagaimana cara menulis resensi yang baik dan benar. Ini hanya mengandalkan ingatanku pada pelajaran Bahasa Indonesia saat SMP/ SMA (dan sayangnya ingatanku payah). Dan rasanya menulis resensi tidak perlu sepanjang ini, hehe.
By the way, kalo ada yang pengen aku meresensikan sebuah buku atau yang sedang ingin tahu apa isi buku tertentu, cukup beri aku satu sampelnya (beri lo ya, bukan meminjami), lalu akan aku baca dan tulis resensinya. Muahahahaha *ketawa setan*

Eh ada yang tertinggal. Setelah membaca novel ini, aku jadi tergelitik untuk mengulas sedikit tetang poligami (nggak, disini nggak ada cerita poligaminya, hanya Kak Laisa hampir pernah dipoligami, tapi urung), juga cinta. Aku akan membahasnya secara ringan saja, karena aku juga bukan ahli fiqih atau ahli cinta (nah lo). Hanya menceritakan pengalaman yang pernah aku dapatkan saja, dari teman-temanku.
Hmm… semoga Tuhan memberiku kekuatan untuk menulisnya suatu saat kelak, di blog ini. Amin :)

Wassalamu’alaikum.
Assalamu'alaikum


Hai guys, being 24 years old is bad good!
And i think really-really good!
Yah, apa lagi yang bisa aku katakan?
Mau bilang menyesal karena usia bertambah dan jatah umur berkurang?
Nyatanya justru bertambahnya usia membuat seseorang (harusnya) tambah matang alias mature.

Mensyukuri apa yang telah ada,
Berusaha menggapai impian dan cita-cita yang belum terwujud,
Dan selalu berusaha menjadi "good girl and then good woman" =)

I got many wishes from my friends on my birthday, and i hope God give me the nice things in my life,
Apapun yang teman-temanku doakan buatku,
Aku selalu meyakini bahwa apa yang mereka katakan adalah sebuah kesungguhan,
Sebuah panjatan doa kepada Tuhan untuk kebaikanku,
Dan aku bangga memiliki mereka...
Yes I do!



Ucapan selamat yang paling bermakna bagiku adalah dari ibuku,
Meski setiap tahun hampir tidak pernah ibuku yang pertama kali mengucapkan selamat,
Dimana teman2 yang lain biasanya jam00.00 lebih sedikit sudah mengucapkannya,
Tapi aku selalu yakin bahwa yang pertama atau keseratus itu tidak penting =)

Wanna know what my mom's wrote on SMS?
Here it is:
"Alhamdulillah pada hari ini anakku genap berusia 24 tahun. Usia yang cukup matang untuk seorang gadis. Ya Allah, aku mohon pertolongan, perlindungan, bimbingan, dan kebaikan untuk anakku ini. Dan BERIKANLAH JODOH YANG BAIK, YANG BAIK, DAN YANG BAIK untuknya di dunia dan akhirat."

Hooo, itulah yang sering dan selalu dikatankannya...
And i hope so, so i call it as "The Best Wishes for Me" =)

Wassalamu'alaikum
Assalamu'alaikum

Hari ini, 24 tahun yang lalu...

Ibuku menunggu kelahiranku dengan H2C (harap-harap cemas),
Ibuku bilang ingin sekali melahirkan aku tanggal 1 Oktober, pas hari kesaktian Pancasila, mungkin biar momennya asik dan diperingati seluruh masyarakat Indonesia,
Ah, tapi apa daya aku tidak keluar-keluar waktu itu dari perutnya,,,

Setelah air ketuban ibuku pecah,
Bapakku segera membawa ibuku ke bidan,
Waktu itu ke Bidan Rin, tempat bersalinnya dekat terminal baru Kediri,
Sekarang bidan Rin tempat praktiknya sudah lebih bagus dari beberapa tahun yang lalu (ya iyalah),
Trus ditunggu dan ditunggu, aku tidak segera lahir juga, sampai hari berikutnya, haha

Aku sampai sekarang masih sering bertanya pada ibuku,
"Buk, rasanya melahirkan normal itu sakit tidak sih???"
Aku tidak butuh jawaban yang menenangkan yang mengatakan bahwa melahirkan itu tidak sakit dan biar aku gak takut,
Melainkan aku ingin jawaban yang SEBENARNYA,
Yaaahh, lalu ibuku menjawab, "Ya sakit banget, Dek. Rasanya nyawa itu sudah di ubun-ubun. Tapi setiap wanita kan pasti (insya Allah) melahirkan, jadi buat apa takut. Rasa sakit itu akan hilang kalo kita sudah liat anak kita yang lahir, dengan sempurna, lengkap anggota badannya..."
Mendengar jawaban itu, saya cukup bergidik,
Tapi ya sudahlah... dijalani saja, toh takut pun, juga tetep akan melahirkan =)

Wah, setelah melahirkan aku, ternyata ibuku pingsan
Mungkin karena saking besarnya tubuhku waktu itu,
Berat badanku 3,9 kg, pantas saja "agak susah" untuk dilahirkan, wakaka



Melahirkanku, anak kedua, ibuku sebenarnya pasrah sama Allah mau dikasih laki-laki atau perempuan,
Beda dengan saat kehamilan mbakku dulu,
Ibuku sangat ingin anak perempuan,
Katanya kalo cewek biar bisa didandani cantik, pakai baju yang cantik-cantik, bisa bantu beres-beres rumah... lhah akhirnya ternyata biar bisa bantu masak, hehe

Saat selamatan beberapa hari setelah aku lahir,
Bapak dan ibuku belum menentukan nama, hadeeehh
Akhirnya setelah dipandangi dalam-dalam, muncullah yang ibuku sebut sebagai "ilham" tiba-tiba,
Akhirnya jadilah namaku yang sekarang ini =)

Oke deh Ibuk, makasih udah melahirkan aku,
Miss you so muuuuaaaccchhh...

Buat para wanita yang sedang menunggu hari kelahiran putranya, yang sudah melahirkan, yang sedang menyusui dsb, halaaaahhh...
SELAMAT BERIBADAH DENGAN CARA MASING-MASING YAH...
Sesungguhnya dalam kesakitan itu pasti ada hikmah dan balasan dari Allah, amin

Cu bloggers...

Wassalamu'alaikum