Ketika MELAJANG (memang) Bukan Pilihan

, , 47 comments
Assalamu'alaikum

Baru sekali aku nonton acara Sudut Pandang di Metro TV. Program talkshow yang relatif baru ini dipandu oleh presenter cantik Fifi Aleyda Yahya. Jujur sampai saat ini aku belum pernah liat acara itu lagi, cuma sekali dan satu-satunya :)
Mbak Fifi #sokkenal
Waktu itu Sudut Pandang mengangkat tema kurang lebih tentang Manajemen Lajang. Wow, apa pula ini? Setelah beberapa menit aku ikuti, ternyata pembahasannya mengenai bagaimana me-manajemen diri ketika diri kita lajang (belum menikah/ memutuskan untuk tidak menikah).
Sebagai bintang tamu, ada Pak Komaruddin Hidayat (yang banyak membahas ke"lajang"an dari sudut pandang psikologis dan sosial), juga ada para artis macam Stenny Agustaf (presenter), Chantal Della Concetta (presenter - nama yang unik #nggak ngerti artinya), Lola Amaria (aktris, sutradara, produser juga kalo gak salah), dan Ingrid Widjanarko (aktris, seniman).
Beberapa saat aku lihat dan dengan obrolannya, aku kira ya biasalaaah... menyampaikan sudut pandang mereka masing-masing tentang "lajang". Tapi setelah aku perhatikan satu per satu bintang tamunya (kecuali Pak Komaruddin), aku baru ngeh bahwa mereka semua... LAJANG! Wow, apa yang telah terjadi dengan mereka sehingga mereka lajang??? Eng ing eng...
  • Lola: LAJANG karena belum "bertemu" dengan orang yang bisa membuat dia nyaman ketika berada di dekatnya. Belum ada yang cocok. Walau usianya sudah cukup "matang". Di sela-sela kesendiriannya, dia lebih suka membaca, menulis, mencari ide untuk membuat film.
  • Chantall: LAJANG karena bercerai. Waktunya sehari-hari diisi dengan bekerja dan mengurus 2 orang anaknya (kalo gak salah). Ia ingin mencari calon suami yang mau menerima dia apa adanya, dengan statusnya yang janda dua anak, dsb. Mungkin banyak yang berpikir: "Wanita sepintar dan secantik itu apa susah cari suami lagi?" --> nyatanya memang tidak mudah bagi dia :)
  • Stenny: Di usianya yang memasuki 35 tahun lebih (lupa tepatnya), ia belum juga menemukan wanita yang dirasa "tepat" untuknya. Ia juga tak ingin melajang lama-lama, tapi apa daya belum bertemu dengan belahan jiwa. Awalnya keluarga sangat menuntut agar dia segera menikah, tapi lama-kelamaan dengan pengertian yang dia berikan kepada keluarganya, keluarganya (khususnya orangtuanya) tidak lagi terlalu menuntut dia. Sebutan "gay" (homoseksual) pernah mampir kepada dirinya juga.
  • Ingrid: Sampai usianya yang 50 tahun inipun, sebenarnya dia ingin menikah, tapi sudah tidak ngoyo dalam mencari pasangan hidup. Persyaratan yang dia "pasang" agak unik juga: mencari lelaki kaya yang bisa menghidupinya sehari-hari. Itu mutlak, karena selama ini dia mencari uang sendiri. Toh kewajiban suami memang mencari nafkah. Kalaupun suaminya tidak bekerja nantinya (menjadi bapak rumah tangga), ia ingin suaminya tidak gengsi dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga, misalnya menyapu, membersihkan kamar mandi, mengepel, memasak, dll. Biar dia yang cari duit, katanya. Ehm.
sumber gambar
Paparan di atas tidak bermaksud untuk menggosip tentang kehidupan para artis, tetapi hanya menceritakan ulang apa yang mereka sampaikan (mungkin ada diantara Anda yang menonton acara tersebut waktu itu).
Pak Komaruddin menyatakan memang budaya di Indonesia agak kurang dapat menerima ketika seseorang yang sudah cukup dewasa belum juga menikah. Katakanlah kalau lelaki usia 30 tahun masih belum menikah ya bolehlah, tapi kalau lebih dari itu? Apalagi wanita. Usia 25 tahun mungkin memang sudah dianggap waktu yang "tepat" untuk menikah. Bahkan ambang batasnya 28 tahun lah. Kalau lebih muda daripada itu (20-21 tahun), itupun sudah "pantas" kok untuk menikah bagi wanita.

Ini berbeda dengan budaya di luar negeri. Usia 30-35 tahun bagi laki-laki dan perempuan yang belum menikah masih dianggap sangat wajar. Mungkin menurutku budaya mereka yang cenderung lebih mandiri dan bebas kali ya. Aku pernah dengar cerita bahwa di luar negeri, anak usia 17 tahun sudah saatnya meninggalkan rumah dan tinggal sendiri (di apartemen misalnya). Tentu umur segini sudah "legal" untuk minum-minuman keras, melakukan sex dengan temannya (bukan pasangannya), tinggal satu atap tanpa pernikahan, memiliki anak dan diasuh bersama tanpa menikah, dst. Kalau di Indonesia seperti itu, bisa bubar nih :) Karena itulah muncul yang dinamakan "budaya timur" dan "budaya barat".

Oke, kembali ke masalah "melajang", aku pernah mendapat cerita dari temanku perempuan yang lagi kuliah S2 di Korea #wahketemuSUJUdonk #eh #nggakfokus
Intinya, dia cerita lagi agak berkonflik dengan rekan sekerjanya di proyek. Dari ceritanya, kayaknya si rekan yang terlihat inferior ketika dijajah temanku ini (duile) memiliki pola perilaku yang agak unik. Feeling-ku, dia belum menikah. Ternyata benar, kata temanku, cowok ini memang belum menikah. Saat kutanya usianya, ternyata oh ternyata 35 tahun.
Aku sempat syok (halah), masak 35 tahun belum nikah? Yeah, kata temanku, gak masalah disana mah umur segitu belum nikah. Lelaki sana merasa harus mengumpulkan "modal" dulu sebelum nikah, seperti mobil, rumah, dan sebagainya. Lagipula, disana juga nggak berlaku semboyan "Nggak pantes kalo udah tua belum nikah" seperti di Indonesia, lha wong budayanya memang begitu. Kembali ke budaya lagi kan?

Lola Amaria juga mengatakan hal yang serupa dengan temanku itu. Bahwa di luar negeri, khususnya di negara Korea, Vietnam, Singapura, dll (kalo gak salah), tingkat kebahagiaan seseorang bukan ditentukan apakah dia sudah menikah atau belum. Tetapi, seseorang akan dianggap bahagia kalau sudah punya 5C: CAREER, CAR, CREDIT CARD, CONDOM, dan CONDOMINIUM. Dobel wow, sekarang? :)
Yeah, disana, orang akan bahagia (atau sukses, atau merasa cukup) jika sudah punya karir yang bagus, mobil, kartu kredit yang bisa membuatnya leluasa beli ini itu, kondom (karena nggak harus terikat dengan satu perempuan aja), serta kondominium atau tempat tinggal yang bagus lah ya istilahnya. Trus dimana letak "Bahagia ketika mempunyai suami/ istri yang setia, bahagia ketika ada celoteh anak-anak di rumah"? Entahlah, heuheu.

Ada lagi temanku yang ambil S2 di Eropa dan sekarang tinggal di Inggris (yang merasa nggak usah angkat tangan ya, hehe), dulu ketika di Indonesia sudah "diributin" untuk segera menikah ketika usianya memasuki kepala tiga. Setelah pindah ke luar negeri, so wow... hampir nggak ada yang menyuruhnya untuk segera menikah :) Lain ladang lain belalang kan ya? Alhamdulillah sekarang malah udah nikah sama mas bule. Lhaaaa dicari sampe capek pun gak bakal ketemu belahan jiwanya di Indonesia, lha wong ternyata jodohnya orang Inggris, hihihi...

Mungkin untuk ukuran orang barat, banyak yang melajang menjadi pilihan hidupnya. Tapi kalo orang timur, orang Indonesia, setidaknya untuk pada bintang tamu Sudut Pandang tersebut, ternyata melajang memang bukan pilihan, dalam arti mereka masih dalam tahap pencarian, belum sampai tahap penemuan :)
sumber gambar
Eh tapi ada 1 cerita lagi. Tadi sore aku dan mbakku mengunjungi Yayasan Kanker Indonesia (YKI) di daerah Mulyorejo Surabaya sini untuk suatu keperluan. Singkatnya, kami menemui seorang perempuan pasien kanker payudara (plus kanker tulang). Dia orang yang cukup sukses, pemilik CV yang bergerak di bidang lansekap (landscape), tetapi tidak menikah. Usianya 55 tahun. Kesendirian, itu tampak sekali dari beberapa potong cerita dan ekspresinya. Tapi itu merupakan pilihannya. Ketika mbakku belum tau kalo beliau tidak menikah, mbakku tanya:
"Ibu putranya berapa?"
"Saya tidak menikah" tukasnya lugas.
"Oh, maaf maaf bu, saya tidak tahu" jawab mbakku spontan.
"Nah itu Anda salah. Kenapa harus minta maaf??? Masyarakat menganggap bahwa tidak menikah itu sesuatu yang aneh, padahal itu hak seseorang. Saya mendirikan komunitas untuk orang-orang lajang yang usianya di atas 30 tahun. Tidak hanya yang memang memutuskan untuk tidak menikah, tetapi juga untuk orang-orang yang memang belum menemukan jodohnya. Kami buat aktifitas-aktifitas yang bermanfaat disana. Penerimaan masyarakat itu, seperti dulu, banci dianggap sesuatu yang gimana gitu, tapi sekarang, mereka sudah bisa lebih diterima. Sekarang saja Obama mengesahkan pernikahan sesama jenis, saya hargai itu. Itu pilihan orang. Daripada tinggal serumah yang bukan suami istri?" --> nah ini urusan lain lagi #ngek ngok

Well, kenapa tulisannya jadi panjang banget yak?
Anyway, kalo dalam Islam sih hukum menikah itu awalnya sunnah (bila dikerjakan mendapatkan pahala, bila tidak dikerjakan tidak berdosa). Ini untuk orang yang sudah sanggup menafkahi keluarga (terutama lelaki), tujuannya untuk beribadah. Hukumnya bisa berubah menjadi wajib bila sudah mampu dan tidak bisa menahan nafsu (syahwat) lagi. Dan berubah menjadi haram jika tujuan pernikahannya untuk menyakiti atau berbuat keburukan. CMIIW.

Buat yang lajang dan pengen nikah, silahkan nih baca buku "La Tahzan for Unmarried" (jangan pernah bersedih jika engkau tak kunjung menikah) karya Najla Mahfudz. Mau pinjam buku gratis dari aku? Boleh, ini dia tempatnya peminjaman buku gratis 100% :)
Bagi yang udah nikah, selamat mengisi hari-hari dengan ibadah kepada Tuhan. Bagi yang memutuskan untuk tidak menikah, maka itu pilihan Anda. Eh tapi kata banyak orang, menikah itu enak lho *sotoy*
sumber gambar
Buat yang masih lajang, kenapa Anda masih melajang? #eh #ambilcermin
Buat yang sudah menikah, kenapa Anda memutuskan untuk menikah? :)

Buat Adiitoo yang baca postingan ini, ini lho program pinjam-meminjam buku yang aku bilang dulu, niru kamu, ihihi. Belum di grand launching emang (ceile)...

Wassalamu'alaikum

47 comments:

  1. Ga usah jauh-jauh, di Jakarta sini, budayanya sudah begitu kok. Di sini banyak ditemui pria dan wanita mapan umur di atas 30 tahun yang belum menikah. Budaya yang materialistik, individualistik (dan tik tik yang lain) membuat karier dan kemapanan finansial adalah prioritas tertinggi. Apalagi jika ditambahi cerita-cerita tidak mengenakkan dan memusingkan dari keluarga-keluarga baru.

    ReplyDelete
    Replies
    1. betul, keluarga baru memang butuh banyak penyesuaian (terutama ketika 2 keluarga itu punya budaya2/ nilai2 yang berbeda).
      Semoga mas Galih meski tinggal di Jakarta, tidak ikut2an menjadi "tik tik tik" yang lain itu --> eh tapi kan pilihan ya? hehe

      Delete
  2. Aku masih melajang kaka. Karena usia ku belum cukup untuk membina rumah tangga. Aku kan masih beli.

    Kalau Chantal, dia melajang karena dia pemilih. Mungkin. Soalnya, kalau dilihat dari perawakan sekaligus body, pasti banyak yang antri. Hehehe..
    Wanita sekarang banyak melajang karena status sosial. Kebanyakan sekarang wanita itu pendidikan dan karir jauh lebih diatas pria. Si pria minder dan si wanita pemilih. Kloplah, melajang.

    Hihihii, ada namaku. Alhamdulillah kalau banyak yg mengikuti program kita ini, ya. Aku malu, #LendABook ku belum ku update. Dan belum jalan lagi. Hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. sebetulnya alasan awal seorang perempuan mengambil pendidikan lebih tinggi dan mengerjar prestasi dalam karir bukan untuk mereguk seluruh duniawi.
      Tapi entah kenapa beberapa memang akhirnya menjadi "hamba status sosial", sehingga ia juga sangat MEMILIH ketika ada pria yang mendekati. Sebaliknya, harga diri pria yang (biasanya) ingin di atas wanita, menjadi mundur teratur duluan sebelum mendekati si wanita "gemilang" itu. Klop, melajang (katamu) :)

      Semangat yah buat #LendABook nya :)

      Delete
  3. Iya mbak, menurut saya kalau sudah tergoda oleh materi kadang orang bisa menunda lamaaa untuk menikah. Tapi ada juga orang yang saya kenal yang menikah karena ingin mendapat tambahan perolehan rizki (salah satunya dikaitkan dengan perolehan materi). Kan katanya nikah itu membuka pintu rizki toh?

    ReplyDelete
    Replies
    1. iyaaaa, dan masih banyak yang belum sepenuhnya percaya kalau menikah itu membuka pintu rizki. Banyak yang berpikir "aku kan gajinya masih dikit, dll", lalu memilih untuk pacaran terus sampai melampaui batas demi mengulur2 pernikahan...

      Delete
  4. semua memang pilihan...tetapi menikah itu ladang pahala yang luar biasa, dan menentramkan jiwa tentunya :)
    ada banyak tawaran pahala lho...bagaimana tidak, tawaran untuk "tetap tersenyum pada suami, meskipun dalam keadaan lelah; untuk tetap melayani suami meskipun dalam keadaan payah sekalipun; dan tawaran-tawaran pahala yang sangat melimpah ruah...belum lagi hujan pahala atas kesabaran dan keikhlasan ketika hamil dan mengasuh anak..." ah, itulah sebabnya aku segera memantapkan hati menerima pinangan lelaki yang datang kepadaku ketika itu, tanpa berfikir "terlalu selektif dan pemilih". saat kriteria yang kuinginkan telah ada padanya, bahkan meskipun awalnya aku tak mengenalnya sama sekali....*itu ceritaku, hehe*
    ya Allah...dekatkanlah jodoh kakakku Rahma Puri Sari dan adikku Fatma Puri Sayekti sesuai kriteria yang mereka harapkan, dan berikanlah kesehatan selalu kepada ibunda mereka berdua...aamiin ya Rabb, kabulkanlah ya Rabb, kabulkanlah...aamiin :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. betul mbak, menikah itu ladangnya pahala, bahkan bukan cuma ladang, tapi juga sawah, kebun, pertanian, tambak, hutannya pahala *halah*

      menarik sekali kisahnya mbak Ayu :)

      amin amin amin ya Robbal 'alamin... semakin sering didoakan, semoga segera dikabulkan doa2 baiknya ya mbak :D

      Delete
  5. Di jakarta sudah banyak juga sebenarnya orang yang tidak mau nikah.. hanya saja tuntutan keluarga dan lingkungan yang membuat mereka terpaksa menikah... jadi menikah bisa jadi pilihan yang dipaksakan... Di luar negeri seperti jepang dan Singapore, punya anak aja bisa dibayar sama negara. sedangkan di indonesia harus bersusah susah dengan program KBnya... :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. kalo mas Applaus, termasuk menikah yang "terpaksa" juga nggak? heuheu
      iya mas, kata temen di Inggris juga kalo punya anak, akan dibiayai pendidikannya sampe kuliah ato gimana gitu.
      Sebenernya KB itu lebih baik kalo arahnya bukan "membatasi jumlah anak", tapi memberi kesadaran, kalo kondisi ekonomi gak mampu menghidupi anak banyak sampe punya pendidikan yg bagus dst, mbok ya jangan punya anak banyak. CMIIW

      Delete
  6. Replies
    1. CMIIW = Correct Me If I Wrong

      "kalo tulisan/ pendapatku salah, tolong benerin ya"... gitu maksudnya dek :D

      Delete
  7. ehem..ehemmm... #uhuk jadi gatel nih diomongin hahaha hihihi... kalau sayah dulu melajang lama karena patah hati, tersakiti oleh seorang laki2 yg tak tahu diri LOL #dheziggg... jadi pelariannya ke karir (materi) dan sekolah, akhirnya ketemu jodoh di usia yg 'matang'. banyak sekali tentunya alasan kenapa seseorang melajang. apapun itu, intinya sebagai sesama manusia harus saling menghormati privasi masing2... dilarang nggunjing, nggosip and ggrundel kalo liat org lajang... hihihi...#ambil cermin jg

    ReplyDelete
    Replies
    1. mbak, tapi aku iki gak termasuk nggosip lho (semoga), cuma menceritakan berbagai kisah aja :)
      ooh, jadi sampe lolos beasiswa ke Eropa itu karena awalnya sakit hati toh? *malah diperjelas* wkwkwk
      iyo mbak, saling menghargai pilihan orang, toh di Islam sendiri gak menyebutkan bahwa yg tidak menikah itu berdosa. Tapi dengan menikah itu banyak pahala, membuka pintu rizki, dsb :)

      Delete
    2. ho-oh bener banget mba.. "menikah itu membuka pintu rizki"..
      Bagi yang udah mo nikah tp khawatir penghasilan masih dikit, blm punya mobil lah, dsb,dsb Ayuuk buruan nikah.. Sya dah buktiin loh...;D..

      Delete
    3. wah, ini nih udah ada saksi hidupnya kalo menikah bakal membuka pintu rizki :)
      selamat menikah buat temen-temeeennn *lho*

      Delete
  8. seru juga ya baca masalah lajang melajang. kalau aku dulu menikah di usia cukuplah 3 tahun. nggah banyak memilih, alhamdulillah dapat suami yang baik sholeh dan mapan. di usia ke 41 tahun anakku sudah 6 dan paling besar 3 sma. buat yang belum menikah jangan takut untuk menikah, jangan terlalu banyak memilih nanti malah jauh jodohnya.wallohua'lam.

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mbaak, makasih nasihat dan sarannya, salam kenal :)
      alhamdulillah ya mbak, Allah ngasih yang shaleh, baik, mapan *idaman banget* #kode :))

      Delete
  9. Slm kenal.. Sy wanita lajang usia 35th. Sy ngga' pernh mngira smpai usia skrg msh mlajang.Temen2 seusia sy rata2 udh pnya anak 3. Sy mmilih mlajang kr blum mnemukn org cocok. Sy blum prnh pacarn. Rasanya malas klo pngen mngenal pribadi org lbh dlm. Ad byk laki2 dkenalkn kpd sy, tetapi ujung2nya sy mmilih mundur kr sy tdk mrasa nyaman & aman ddekat mreka, rata2 mreka tdk mnghormati sy sbgai wanita, orientasinya ke arah seksual. Klo ktmu brduaan pndangn mata mreka kpd sy nafsu bgt bhkan ad yg brusaha mmaksa mau mncium, mmeluk, dll.. Itu mmbuat sy jdi illfill sm cowok & mmilih mundur. Sy mau laki2 itu mlihat sy sbgai wanita seutuhnya, yg hrs dia jaga & lindungi, yg dia butuhkn utk slg support & sharing serta mnrima sy ap adnya, bukan sbgai objek seksual. Ad jg bbrp laki2 yg baik tpi sy tdk trtarik scr spiritual, emosional & seksual. Jdi sy mmilih mundur kr sy tdk mau nantinya mnyakiti mreka kr memberi harapn palsu. Dsaat sy sdh mnemukn org yg cocok, tetapi slalu ad hmbatn, cowoknya dingin & sy jg dingin, klo ngobrol brdua tdk prnh ngomong mslh prasaan cma mslh kantor, akhirnya ngga' jdi2. Mknya smpai skrg sy msh mlajang drpd repot2 byk pikir & msti brbasa basi dgn laki2. Ttapi tetap suatu hri sy mnginginkn bs brumah tangga kr nggak enak hidup tnpa seorang teman, tmpt slg brbagi. Klo mmg sy blum mnemukn org yg cocok sy ikhlas mnjalani hidup mlajang.

    ReplyDelete
    Replies
    1. IMHO mbak Meni ya, kalo misal mbak tidak ingin terjadi lagi si lelaki memandang mbak sebagai orientasi seksual semata, mbak kalo ketemuan jangan berdua saja. Ditemani anggota keluarga mbak misalnya, bisa saudara/ sahabat perempuan baik mbak. Ketemuannya juga di tempat terbuka/ umum saja, sehingga meminimalisasi kejadian2 yang tidak diinginkan (lelaki berusaha mencium, memeluk, dsb).

      Ketika ada lelaki "baik" dan mbak tidak tertarik secara spiritual, emosional, dan seksual, saya rasa mbak perlu memilih salah satu/ beberapa hal saja, yang mana yang menjadi fokus "pencarian" mbak dari seorang calon pasangan hidup. Apakah dari sisi spiritual (agama baik, taat pada Tuhan, perilaku sesuai tuntunan agama), ataukah emosional (mbak bisa nyaman dekat dengan dia, lelaki yang bisa mengayomi, nyambung diajak ngobrol), ataukah seksual (menarik secara fisik, dll)?
      Karena saya yakin manusia itu sempurna, dengan kelebihan dan kelemahannya masing2. Jika kita mencari yang komplit luar dalam bagus, mari melihat ke dalam diri kita: Apakah kita juga sudah sempurna baiknya luar dan dalam? Jika tidak, mengapa memaksakan mencari sosok tersebut?
      Kita menikah dengan manusia yang disana-sini ada cela, bukan dengan malaikat, kan? :)

      Mari saling mendoakan ya mbak, semoga mbak Meni mendapatkan jodoh seorang lelaki yang baik dunia akhirat. Yang terbaik yang ditakdirkan Allah untuk mbak. Salam kenal :)

      *mohon dikoreksi kalau ada kata2 saya yang salah/ kurang berkenan*

      Delete
    2. Mba meni terlalu perfeksionis menurut saya, ya itu pilihan mba sih...ngga ada masalah...saya juga sebagai laki laki begitu, cmn perfeksionis ini dalam hal yang berbeda.

      kalo usia udah menginjak kepala 4 mah udah susah even mba masih cantik misalkan, apalagi laki laki yang menginginkan anak....mereka secara insting akan mencari yang lebih muda...

      Nah sekarang kena batunya deh, ada laki laki yang cocok, tapi dingin sama seperti mba...ya ngga bakalan jadi....karena si laki laki juga pasti cari wanita yang "charming" and supel...

      Laki2 dan wanita mah bebas zaman sekarang mau nikah ataupun ngga.

      Dua sifat negatif akan sulit bersatu, tapi dua sifat positif akan lebih mudah bersatu

      Delete
    3. bisa jadi memang mbak Meni perfeksionis. Tapi bukan berarti sekarang kena batunya juga.
      mbak Meni hanya kurang nyaman berinteraksi dengan lawan jenis sampai ditulisnya komentar di atas.

      Dan hal itu tentu bisa diubah, mbak. Akan banyak manfaatnya kalau mbak lebih membuka diri terhadap orang lain. Katakanlah jodoh itu urusan Tuhan, tapi siapa tahu dengan mbak lebih melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan di luar, jadi makin banyak jaringan pertemanan, bisnis, dan rejeki lain yang mbak nggak duga sebelumnya, misalnya ketemu lelaki yang sesuai dengan harapan mbak. Siapa tahu? :)

      Delete
  10. Jujur, saya tidak berencana menikah karena saya tidak yakin bisa jatuh cinta dan menjadi ibu yang baik. Menjadi istri dan ibu tidak ada dalam bayangan saya secara saya tidak suka merawat anak2. Selain itu hamil dan sex menakutkan bagi saya. Saya mempunyai temper yang suka meledak-ledak. Mungkin ini akibat didikan ortu yang keras. Ntar kalau punya anak, saya nggak yakin bisa jadi 'perfect mom' bersikap manis 24 jam tanpa pernah mukul atau memaki. Apalagi saya orangnya cenderung anti sosial dan tidak telaten merawat anak. Saya nggak mau anak saya jadi begajulan akibat kurang kasih sayang. Kesimpulan? Jangan punya anak kalau nggak yakin bisa jadi ortu yang baik. Kalau anda ingin menikah dan punya anak demi tuntuan masyarakat, mending jangan. Kasihan anaknya. Banyak kasus kekerasan ortu terhadap anak karena mereka nggak siap menjadi ortu. Sayangnya, menikah di Indonesia adalah satu 'peraturan' tidak tertulis yang harus ditaati.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya wanita, 25 tahun dengan status cerai hidup. Selepas bercerai saya masih bingung untuk memilih antara menikah lagi atau melajang seumur hidup. Ada banyak faktor yang mempengaruhi kedua pilihan saya itu. Yang pertama, saya masih menganggap bahwa menikah itu adalah tuntutan dari Yang Kuasa dan saya begitu memimpikan membina rumah tangga yang baik. Namun nasib baik tak menghampiri saya, pernikahan yang awalnya saya bangun dengan penuh harapan dan kesungguhan harus berakhir di meja hijau. Anak saya yang berumur 4 tahun saat ini diasuh oleh keluarga ayahnya (sesuai ketentuan adat di daerah kami). Saya kemudian berfikir, jika saya menikah lagi, maka saya hanya mementingkan kebahagiaan saya sendiri, lalu bagaimana dengan anak saya? tidakkah ia akan merasa terlupakan ? namun bila saya melajang seumur hidup, anak saya suatu saat nanti pasti akan punya kehidupannya sendiri, lalu bagaimana saya akan tega menggantungkan kehidupan saya padanya, sementara secara garis keluarga kami sudah berbeda ? sungguh saat ini kerisauan begitu merajai hati saya. Ini juga merupakan pelajaran berharga bagi rekan2 diluar sana yang sedang di ambang perceraian, sungguh, perceraian bukanlah jalan terbaik. perceraian bukanlah jalan keluar melainkan jalan indah semu yang hanya akan mengantarkan kita pada banyak jalan bercabang bagaikan labirin.

      Delete
    2. AdyVaFashion.. jangan berputus asa mbak.Tetaplah yakin akan ketentuan Allah. trs berdoa diberi yang terbaik.sy jg merasakan kasus yg agak kompleks. sewaktu kuliah saya memiliki pacar dan kami saling cocok, dan ingin melanjutkan ke jenjang pernikahan. tetapi saat lulus dan bekerja, kami beda kota, akhirnya pacar saya selingkuh,walaupun kemudian dia minta maaf, saya menyadari pacaran trmsk dosa besar sehingga saya menantangnya utk menikah. tp dia tdk berani. akhirnya sy putuskan utk berpisah, namun sebenarnya hati sy msh mencintainya.setaun dua tahun kmdn, org tua mulai mendesak. dan krna sy sdh trauma,sy mengiyakan perjodohan dgn laki2 pilihan org tua. tapi cinta mmg tdk bisa dipaksakan,akhrnya kami berpisah pd thn yg sama.sy tmbh kacau,hampir putus asa. tp lambat laun sy mncoba mendekatkan diri pd Allah, dan sy yakin Allah pasti merencanakan yg trbaik.dan skrg sy sudah menikah dgn org yg mgkn dl tdk pernah sy bayangkan,krn tingkat pendidikan dan ekonominya dibawah sy.namun Alhmdllh sy bahagia.kebahagiaan itu ada saat kt mensyukuri apapun rencana Allah.

      Delete
    3. @Kencana: mbak Kencana muslimah? kalau ya, mbak mestinya sudah tahu bagaimana kedudukan pernikahan dalam Islam. Apa latar belakang diperintahkannya menikah, apa hukumnya, dan apa konsekuensinya jika tidak menikah. Jika mbak beragama lain, tentu ada sudut pandang yang mirip walaupun tidak persis sama :)

      sebelum mengomentari kisah mbak, bolehkah saya bertanya beberapa hal?
      - apakah mbak memiliki trauma masa lalu tentang pernikahan? cerita tentang pernikahan orangtua kandung, saudara, atau teman baik?
      - apa yang menyebabkan mbak menyimpulkan bahwa dengan temperamen tinggi, mbak tidak akan baik dalam mengurus suami dan anak nanti?
      - mengapa mbak berpikir bahwa nanti harus menjadi "perfect mom"? Siapa yang memberi sudut pandang tersebut?
      - antisosial seperti apa yang mbak rasakan/ jalani saat ini? Dan mengapa itu bisa terjadi?

      Dan terakhir kalimat saya, bahwa kita punya kontrol sepenuhnya atas apa yang kita pikirkan, rasakan, dan lakukan sehari-hari. Out of control hanya akan membuat diri kita merasa tidak berdaya, pasrah dengan keadaan, merasa apa yang terjadi di luar kesadaran, dan hati-hati, akhirnya menjadi tidak berdaya betulan :)

      Delete
    4. @AdyvaFashion: mbak, saya turut empati terhadap apa yang mbak ceritakan. Pasti tidak ada yang ingin bercerai ketika pertama kali menikah. Merasakan kebahagiaan dan ketenangan hidup adalah kebutuhan setiap manusia.

      Perceraian bisa mendatangkan kebaikan ataupun keburukan, tergantung melihatnya dari mana. Boleh saya tanya?
      1. hal baik apa yang mbak rasakan setelah bercerai?
      2. hal buruk apa yang menimpa mbak setelah bercerai?
      Dan keduanya perlu dijawab dengan kepala dingin agar logis. Karena jika yang bermain hanya perasaan, maka tidak akan objektif.

      Mbak Adyva, ibu dan bapak saya juga bercerai :) Perasaan hancur, tentu saja. Kebetulan ibu punya pandangan yang mirip dengan mbak, bahwa membagi cinta dengan suami baru itu tidak mungkin dilakukan. Ibu saya sekarang 64 tahun dan tidak pernah menikah lagi sejak bercerai 29 tahun silam :)

      Ibu saya bekerja, jadi mandiri secara finansial. Dan mbak juga perlu beraktivitas yang menghasilkan uang, jika yang dikhawatirkan akan membebani anak ketika dia dewasa nanti.

      Menjadi wanita hebat yang mandiri, kreatif, supel, dan berwawasan luas, sepertinya menyenangkan ya mbak? :) Jadilah kuat, terima saja perceraian itu sebagai sekedar kerikil dalam hidup. Kalau bertemu dengan pria yang baik, tidak ada salahnya untuk mengenal lebih jauh dan (mungkin) menikah kembali.

      Mbak berhak bahagia. Mbak berhak melanjutkan hidup dengan cara-cara yang baik dan membahagiakan hati mbak sendiri. Selamat berbahagia! :)

      Delete
    5. @Anonymous: let the miracles happen!
      terima kasih telah berbagi :)
      Allah selalu baik memberikan takdir bagi orang-orang yang mau mendekatkan diri kepadaNya.

      Delete
  11. Menikah atau tidak menikah itu pilihan,saya laki-laki umur 29 tahun,karena merasa belum mapan saya masih mikir untuk menikah,alasan lainnya belum menemukan perempuan yg sesuai,karena maaf ya bukan menyerang perempuan,tapi sudah bukan rahasia perempuan begitu lihat pria kaya bermobil pasti langsung tertarik,apalagi wajahnya ganteng,jujur saja saya takut berhubungan dengan wanita jenis seperti ini,takut nanti saya tua atau tiba-tiba saya kehilangan pekerjaan pasti wanita jenis ini kabur. seperti kata Pak Mario Teguh,ada wanita tidak matre,wanita yg tidak punya detak jantung. Karena selama ini wanita hanya melihat saya dari wajah dan kebaikkan saya,saya butuh wanita yg mencintai saya dengan hatinya,karena jujur saja menunjuk wanita manapun mudah untuk saya dekati. Saya belum menemukan pasangan yg punya sifat yg baik,ucapan yg sopan,prilaku yg baik,paling penting belum menemukan wanita yg punya hati yg tulus. Intinya nikmati saya,toh saya bahagia sendiri,daripada punya pasangan berantam terus. atau punya pasangan tapi buat pasangan sengsara,semua itu indah pada waktuNya.

    ReplyDelete
  12. gue ga menikah seumur hidup karna udah prinsip & tujuan hidupku juga karna ga mau hidup menderita,ga mau terjadi pertengkaran, kesalahpahaman, dan ga suka sama wanita maupun pria(alias gue ga suka banget gay/homo)... gue nunggu aja jodoh gue bidadari surga di surga kelak yg masih perawan, cantik jelita & nurut sama perkataan suaminya.. :) B-) (y)

    ReplyDelete
    Replies
    1. mas Aditya, apakah mas terlalu sering membaca buku, melihat tayangan di tv, mendengarkan radio, atau bercakap dengan orang-orang yang memiliki kisah pernikahan yang tidak harmonis?

      jika ya, silakan kurangi intensitas melihat dan mendengar hal-hal di atas. Mulailah mencari teman-teman yang positif, yang perkataannya mengandung optimisme hidup, yang bisa mengambil pelajaran dari hal paling buruk sekalipun, dan yang jatuh tapi bangkit menjadi orang yang jauh lebih kuat lagi.

      Dan tahukah mas, untuk masuk surga, mas perlu menyenangi sunnah Rasulullah juga, salah satunya anjuran menikah :)
      Dan apakah mas mau masuk surga dengan agama yang separuh? Karena di pernikahanlah letak separuhnya yang lain. Wallahu a'lam.

      Delete
  13. To Aditya Muhammad Yusuf Harun Anshar

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mau lanjutin komen di atas untuk Aditya. Mau jodoh yang secantik bidadari,menuruti perkataan suami dan perawan. Kalau seandainya nanti bapak menmukan jodoh seperti kriteria tsb dan si wanita juga punya kriteria pria idaman seperti tampan,mapan,berharta dsb. Bagaimana sikap bapak? Kalau dilihat jaman sekarang di mana negara api telah menyerang, 1000:1 wanita sudah tidak perawan. Dan lagipula yang namanya relationship itu dimana-mana kompleks. Mana ada jalan yang mulus, trotoar aja masih ada yang jebol.

      Delete
    2. jalan tol aja bisa berlubang ya, mbak Puspa :)
      perempuan yang baik untuk lelaki yang baik. Dan sebaliknya :)

      Delete
  14. Mau pinjam buku bagaimana caranya ya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. bisa email data diri dan alamat lengkap ke fatmapuri@gmail.com

      tapi aku cek dulu stok bukunya ya :)

      Delete
  15. Mbak pety ayo gek Ndang nikah mengakhiri masa lajang nya 😁
    Nikah tu enak Lo hihihi...

    ReplyDelete
  16. Betul, hari gini lebih banyak wanita jadi budak status sosial, akhirnya banyak pria minder untuk mendekati, apalagi menikahi.sebetulnya salah siapa? Saya yakin membujang terlalu lama bukanlah suatu pilihan.Tapi Allah belum mempertemukan jodohnya.itu aja.pusing 2 amat.maka bodoh sekali orang2 yg nyuruh menikah kepada orang yg sulit dapat jodoh.dasar orang 2 itu bisanya ngomong, tapi tak ada sedikitpun bantuan untuk mencarikan jodoh.orang tak ngerti gimana dia sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan jodohnya.dasar orang 2 itu bodoh semua.yg pandai adalah orang yg bisa mencarikan jodoh, ya setidaknya ngasih no hp kek.jangan cuma memerintah tapi tak mau bantu.dasar brengsek.tak perasaan.gimana seandainya posisi kamu ada di posisi jomblo.emang berat rasanya , jadi serba salah.

    ReplyDelete
    Replies
    1. ndak perlu mengumpat-umpat, Pak.
      tiap orang berhak mengeluarkan pendapatnya masing-masing, walaupun tentu subjektif. memang baiknya sembari bicara, sembari memberi solusi, tidak hanya untuk mengolok-olok saja :)

      Delete
  17. Artikelnya buagus banget mbk pety, memancing para jombloh keluar dari sarang macan, hihihi (jokes).

    Menurut saya : mau menikah, belum menikah (masih jones), atau melajang seumur hidup adalah sebuah pilihan yang kita buat dalam kehidupan ini.

    Hal ini terjadi karena pola pikir yang terbentuk dalam jiwa kita sendiri. Dari pola pikir inilah nantinya mental kita akan terbentuk dengan sendirinya. Dimana dalam pola pikir tersebut akan menghasilkan sifat berani mengambil resiko untuk menikah atau sebaliknya.

    Catatan :

    Jangan terlalu menuntut kesempurnaan dalam hidup ini, karena kesempurnaan itu milik tuhan yang maha kuasa. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul, setiap keputusan memiliki konsekuensi.
      Dan setiap takdir memiliki penciptanya :)

      Delete
    2. Betul, setiap keputusan memiliki konsekuensi.
      Dan setiap takdir memiliki penciptanya :)

      Delete