“Mbak, coba baca huruf-huruf di depan layar sana”, perintah seorang perempuan usia 30-an kepadaku.
Mbak-mbak itu memakaikanku sebuah kacamata berat yang bolong di bagian depan matanya. “Sekarang ditutup yang kiri dulu ya”, katanya.
Aku pun membaca dengan lancar, mulai awal hingga akhir. Mulai huruf terbesar, hingga hampir yang paling kecil. Sedangkan yang paling bawah, terkecil, aku kurang jelas membacanya. Wajar, pikirku. Sepertinya semua orang tidak akan mampu membaca huruf-huruf seperti itu. Terkecil. Dan aku selalu berpikir begitu dari beberapa kali tes ketajaman penglihatan atau kesehatan mata beberapa tahun ini.
“Oke, kalau saya tutup yang sebelah kanan?” tanyanya membetulkan penutup.
Mbak-mbak itu memakaikanku sebuah kacamata berat yang bolong di bagian depan matanya. “Sekarang ditutup yang kiri dulu ya”, katanya.
Aku pun membaca dengan lancar, mulai awal hingga akhir. Mulai huruf terbesar, hingga hampir yang paling kecil. Sedangkan yang paling bawah, terkecil, aku kurang jelas membacanya. Wajar, pikirku. Sepertinya semua orang tidak akan mampu membaca huruf-huruf seperti itu. Terkecil. Dan aku selalu berpikir begitu dari beberapa kali tes ketajaman penglihatan atau kesehatan mata beberapa tahun ini.
“Oke, kalau saya tutup yang sebelah kanan?” tanyanya membetulkan penutup.