"Makanan Favoritmu Apa? Ayo Taruhan!" Seru Guruku

, , 7 comments
FATMA, MAKANAN FAVORITMU APA?” tanya guruku serius.
“Sate, Pak!”
“Oke, sate apa? Sate dimana?”
“Mmmm… sate ayam, Pak. Tapi saya nggak tau sih Pak, di Surabaya yang enak sate mana. Kata anak-anak sih sate Ponorogo di Dharmawangsa itu”
“Yo wis lah, sembarang. Ayo taruhan! Tesismu ini, dengan jumlah subjekmu yang segitu, hasil uji analisisnya pasti signifikan!”
“Hah?! Masak sih Pak? Kok tahu?” tanyaku benar-benar heran.
Wis ta lah, percoyo gak? Ada itu bukunya. Itung-itungan statistiknya ada. Pake rumus tertentu. Cuma ini aku ngomong thok, kamu gak usah mikirin itu. Garapen sing bener teorimu, masalah nanti gimana kita diskusi lagi”

*mlongo sejenak*


“Jujur saya baru tau tentang statistik yang Bapak sampaikan tadi, Pak”
Mangkane iku. Lek gak percoyo, AYO TARUHAN! Kalo omonganku bener, kamu nraktir aku sate, sembarang dimana aja sesukamu. Tapi lek aku salah, kamu yang tak traktir sate. Setuju?”
“Hmmm… gimana ya Pak…”
“Kenapa? Kamu gak berani? Yo itu artinya kamu sendiri masih ragu sama penelitianmu. Yo’opo sido gak?”
“Saya belajar lagi dulu deh Pak. Hehehe… hehehe…”, jawabku ngeles sambil senyum-senyum ketahuan bodohnya.
Yo wis, kana kana, sinauo maneh. Perjelas teorimu iku ngomong opo, jadi kamu bisa yakin!”
“Iya, Pak. Nanti kalo saya bingung lagi, saya boleh ke Bapak lagi ya…” kataku memastikan bahwa beliau masih bersedia membimbingku, walau bukan pembimbing tesisku.
Yooooo…”

---
Guruku, Pak Ino. Rasanya masih sangat membekas peristiwa sekitar 2-3 bulan yang lalu itu, komunikasi antara aku dan Pak Ino, untuk terakhir kalinya. Secara tidak langsung, Pak Ino telah memberitahuku bahwa aku harus menguasai apa yang aku tulis. Aku harus bertanggung jawab terhadapnya, dan aku harus yakin terhadap kemampuan diriku sendiri. Dosen tidak akan mampu membuat mahasiswanya pintar, jika mahasiswa sendiri tidak mau berjuang untuk dirinya sendiri.


Jujur, aku memang tidak terlalu dekat dengan beliau. Beliau mengajar Psikologi Industri dan Organisasi (PIO), sedangkan aku mengambil peminatan Psikologi Perkembangan saat S1. Awal mula interaksiku dengan beliau adalah ketika proposal tesisku diuji oleh beliau dan seorang dosen lain yang kemudian menjadi dosen pembimbing tesisku.

Jeng jeeengg… Sehari sebelumnya aku baru mendapat kabar bahwa salah 1 pengujiku digantikan oleh Pak Ino. “Mampus deh, mampus!” pikirku waktu itu. Yeah, aku rasa hampir setiap mahasiswa yang akan diuji oleh beliau akan membatin atau berkata “Mampus deh gue!” :) Gimana enggak, rasanya sebelum ujian aja sudah bisa membayangkan bahwa suasana akan cukup “kacau” di dalam ruang ujian nanti. Bukan kacau karena apa-apa, tapi ya karena mahasiswa tidak mampu menjawab pertanyaan beliau yang kadang sebenarnya cukup sederhana, tapi filosofis. Misalnya, mengapa pakai metode penelitian ini, bermanfaat gak penelitianmu, seberapa penting temamu untuk diangkat, atau apa yang kamu mau cari dalam penelitianmu.

Tanpa disangka, Pak Ino sangat sabar dan justru memberi banyak masukan untuk arah penelitianku. Tidak ada “pembantaian” sama sekali. Malah beliau berkata pada calon dosen pembimbingku,
“Fen, anakmu gak popo yo bimbingan nang aku? Koyok anakku iki, yo gak popo bimbingan nang awakmu. Bebaass…”
“Iyooo Pak”, balas calon dosen pembimbingku.
“Nanti ya, kamu kasih saya literatur tesismu ini. Kamu translasi kan, alat ukurnya? Kamu print-kan juga skala aslinya yang berbahasa Inggris, sama hasil terjemahanmu. Taruh meja saya. Aku gak mau kamu salah menerjemahkan. Dulu ada yang penelitiannya translasi, tapi karena aku gak meriksa, ternyata terjemahannya banyak yang salah. Kan ya repot!” terang Pak Ino.
“I..i…iya, Pak”, jawabku. Antara ‘mampus gue’ karena nanti aku harus banyak berinteraksi dengan beliau, dan juga ‘alhamdulillah’ kok ya malah aku yang ditawari dibimbing sama beliau, tanpa aku minta. Seorang “profesor” tanpa gelar profesor.

Pak Ino (berdiri) dan dosen pembimbing tesisku
Tapi namanya juga Pak Ino, bimbingan sama beliau “nggak gratis”. Aku diminta membelikan 1 lusin donat JCo untuk para staf TU kampus, tepat setelah aku keluar dari ruang ujian. Pak Ino kalau soal makanan, menurutku tak pernah egois. Makanan itu untuk bersama-sama, bahkan mungkin cuma untuk orang lain. Beliau juga demi menjaga kesehatannya, tak mau lagi makan makanan manis seperti itu katanya. Pun ketika beliau mengatakan aku harus mentraktir beliau makan sate kalau aku kalah taruhan, aku juga gak yakin beliau akan ikut makan satenya :)

Pernah suatu hari ada kejadian yang cukup menyentil egoku. Waktu itu aku bersama dengan beberapa temanku menemui beliau di ruangannya di Gedung Lama Psikologi lantai 2, entah aku lupa untuk urusan apa. Setelah selesai urusan utama kami, melihat Pak Ino yang di mejanya terdapat sebuah novel, temanku nyeletuk,
“Pak Ino, ini lho Fatma juga suka baca buku”
“Eh iya. Mmm… itu novel apa Pak?” tanyaku.
“Nih” *menunjukkan sampul novelnya kepadaku*
“Paulo Coelho ya Pak? Iya, kayaknya pernah denger, hehehe”, jawabku goblok.
OTAKMU GAK AKAN NYAMPE BACA NOVEL INI!” seru beliau yakin.
“Oya?” tanyaku tidak percaya. Aku sedikit tersinggung. Kalau novel aja, aku kan pasti bisa ngerti isinya apa, pikirku agak sewot.

Beberapa hari setelahnya, aku meminjam salah 1 novel Paulo Coelho yang berjudul “Brida” dari temanku, mbak Pita. Dan sumpah, novel lain yang biasanya aku mampu menyelesaikan membaca dalam beberapa jam saja, Brida malah nangkring dengan anteng di mejaku untuk beberapa hari, tanpa aku sentuh. Aku baca beberapa halaman awal dan aku sudah pusing, ini cerita macam apa. Gaya bahasanya juga tidak biasa. Setelah aku cek di rak bukuku, ternyata buku-buku yang selama ini aku banggakan bahwa aku telah membacanya, ternyata 80% isinya cuma buku haha-hihi, percintaan, dan tangis-tangisan.

Seketika kebangganku runtuh. AKU MATI BERSAMA KESOMBONGANKU. Bukan masalah selera bacaan adalah hak setiap manusia, dan aku tidak harus setuju dengan selera kalian, begitu juga kalian tidak harus setuju dengan seleraku. Bukan itu. Pak Ino, lagi-lagi secara tidak langsung, mengatakan bahwa masih banyak hal-hal di luar sana yang tidak aku ketahui, tidak aku kuasai. Hasil akhirnya, kita tidak harus menjadi pintar, tapi menjadi manusia pembelajar, sepanjang hayat. Orang yang sudah merasa cukup, akan berhenti belajar. Itu sebenarnya yang membuat orang mati. Dan… aku merasa baru bisa me-review dan mengevaluasi diriku sendiri, justru saat Pak Ino sudah tiada. Mungkin aku terlambat, mungkin juga tidak.

Selamat jalan guruku, selamat jalan Pak Christophorus Daniel Ino Yuwono. Perjalanan belum berakhir ketika kau tiada. Dan memang sebenarnya kau tidak benar-benar tiada, karena semangatmu belajar dan mengajar selalu ada di hatiku, di hati kami, para muridmu.

ps: sumber foto dari blog Pak Bukik disini dan disini

7 comments:

  1. Barusan aku juga kepikiran mau nulis yang berkaitan dengan Pak Ino. tapi akhirnya terpana baca wasiat terakhirnya di Blog Mas Bukik

    Oh iya di foto itu disebelah Pak Ino kalao gak salah Dik Pendi ya(Prof Dr Fendi Suhariadi)

    ReplyDelete
    Replies
    1. sampeyan kok berani2nya manggil "dik Pendi" mas? :p
      iya, itu Prof. Fendy, mas. Kok kenal? Gaulnya kebangetan deh. Apa pernah diajar beliau dulu di MM?

      Delete
  2. wah luar biasa dosen yang satu ini.. saya sudah blogwalking dan baca banyak sekali tentang beliau.. Luar biasa.. bersyukur dirimu bisa di ajar orang sekaliber dia... semoga suatu hari dirimu bisa menyelesaikan membaca buku karya Paulo Coelho... saya suka sekali novel karya dia.. koleksi lengkap... yag terbaru Aleph...

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya, saya bersyukur. amiiinn :)
      Brida doang yang udah aku baca mas. Pada dasarnya memang gak suka novel yang berat2 sih ya :( *selera*

      Delete
  3. Duhh terharu bacanya. Selamat datang Pak Ino...

    Di setiap kampus memang selalu ada ya dosen yang bikin takut kalau diuji beliau, hehehe. Termasuk bikin takut sama dosen kalau dibimbing sama dosen yang sangat detail dan teliti. Hehehe.

    ReplyDelete
    Replies
    1. yak betul, Pak Ino adalah dosen killer :) Bisa dijelaskan maksud "selamat datang"nya itu apa mas?
      wah paragraf terakhir ini curcol yah mas Rusa? :p

      Delete