Assalamu'alaikum
Pety Puri a.k.a Fatma mengucapkan Minal aidin wal faidzin... Mohon maaf atas segala kesalahan ucap, tulisan, perbuatan, dan prasangka, baik yang disengaja maupun yang tidak kepada seluruh teman mulai dari aku kecil sampe sekarang, teman sepermainan, TK, SD, SMP, SMA, kuliah, dll, para sahabat di FB (yang sekarang akunku udah dibajak orang lain), twitter, blog, baik yang sudah pernah ketemu langsung maupun belum (dunia maya memang membuat hal-hal yang tak mungkin menjadi mungkin), dan teman serta kerabat yang tidak dapat aku sebutkan satu per satu. Mohon memaafkan diri yang masih banyak kekurangan disana-sini ini. Terima kasih :)
Lebaran kali ini membawa perasaan campur aduk buatku. Senang dan sedih. Senang karena Ramadhan tahun ini (aku rasa) aku dapat menjalaninya dengan lebih baik daripada tahun kemarin, juga senang karena sepupuku akan menikah. Sedih, karena ada saudaraku yang meninggal dunia. Sebenarnya bukan betul-betul saudaraku, tapi aku telah menganggapnya saudara.
Saudaraku yang meninggal bernama Lukman Aris Purwanto. Biasa dipanggil "Lukman" oleh teman-teman kantornya (termasuk aku juga memanggilnya demikian), atau "Aris" oleh keluarganya.
Ah, ternyata usiamu cukup segini, Le! 22 tahun!
Rasanya baru kemarin sore mbakku bercerita bahwa ada teman kantornya yang sudah menganggapnya sebagai mbaknya sendiri.
Iya, itu kamu, Lukman!
Kamu bilang sangat ingin punya kakak. Sosok kakak yang perhatian, yang mau memberi nasihat, yang mau memarahimu kalau kamu salah.
Dan ketika kamu menganggap mbakku adalah mbakmu juga, maka otomatis aku terlibat di dalamnya.
Kamu pun minta dikenalkan ke aku juga. Lalu kita saling bersapa suatu malam, setelah sebelumnya saling add-confirm dan mengobrol ringan di Facebook.
Ternyata usiamu cukup segini, Le!
Rasanya baru kemarin malam kamu bertandang ke kosku dan mengatakan, "Mbak, walau kita belum pernah ketemu sebelumnya, rasanya aku sudah dekeeet banget sama sampeyan!"
"Haha... kamu bisa aja, Man! Kok bisa?" jawabku
"Bener mbak. Sampeyan orangnya terbuka, mau menerima aku apa adanya. Pasti sampeyan sudah diceritain sedikit sama mbak Rahma (mbakku) kan tentang aku?"
"Iya"
Lalu mulailah kamu bercerita panjang lebar tentang dirimu, keluargamu, pekerjaanmu, dan alasan kenapa kamu pengen punya kakak seperti mbakku dan aku.
Aku akui, kisah hidupmu memang cukup rumit, penuh ujian, dan sempat kelam. Tapi aku akui juga, itulah yang membuatmu menjadi sosok lelaki yang lebih dewasa dari usiamu yang sebenarnya. Waktu itu kamu masih 20 tahun mungkin, 4 tahun lebih muda daripada aku. Kamu jauh-jauh lebih matang dari anak-anak seusiamu yang mungkin sedang asyik-asyiknya kuliah, ke mall setiap minggu, nonton, dsb. Kamu sudah punya visi misi hidup yang jelas. Dimana aku sempat malu sendiri, bahwa mungkin kamu juga lebih dewasa daripada aku.
Ternyata usiamu cukup segini, Le!
Rasanya baru semalam lalu kau mengajakku bertemu lagi. Kali itu kamu bercerita lebih panjang lebar dari sebelumnya.
Aku baru tau kalau di desamu dulu, di Lamongan, kamu sempat menjadi peminum minuman keras. Kamu sempat mengamen bersama teman-temanku keliling kampung. Iya, memang suaramu bagus :) Kamu mengaku harus membantu ibu pemilik kantin sekolahmu beres-beres demi mendapatkan sarapan dan makan siang gratis, di STM 5 Pembangunan Surabaya, salah satu STM favorit. Kamu bilang bahwa kamu merasa pintar dalam hal pelajaran. Kamu juga merasa punya kemampuan yang baik dalam hal berkomunikasi dengan orang lain dan menjadi pemimpin kelompok.
Malam itu kamu juga ingin meminta pendapatku mengenai karirmu ke depannya.
Kamu bercerita bahwa satu tahap lagi akan diterima di sebuah perusahaan minyak besar, Schlumberger, tapi masih bimbang apakah akan kamu ambil kesempatan itu atau tidak.
Kamu bilang, kesempatan itu langka sekali. Ketika "kembali" nanti dari perusahaan itu, kamu yakin namamu akan lebih "bernilai jual" dan lebih mudah dalam membangun jaringan di Indonesia. Sedangkan keberatanmu adalah bahwa kamu akan meninggalkan bapakmu yang sering sakit (sekarang sudah meninggal dunia), ibu, adik, pacar, dan kuliahmu yang baru semester awal.
Aku tidak memberi keputusan "iya" atau "tidak". Aku hanya memberi pandangan-pandangan saja, karena aku yakin dengan kedewasaanmu, kamu bisa memutuskan dengan bijak.
Selang beberapa waktu, akhirnya aku dengar bahwa kamu tidak jadi mengambil pekerjaan itu dan memilih mulai meniti karir sebagai calon kontraktor ME (Mechanical Electrical) yang mumpuni, sesuai jurusan kuliahmu di Teknik Elektro dan pekerjaan yang kau jalani sekarang.
Kamu bilang sesuatu yang sangat meyakinkan seperti ini, "Kalau nanti kau jadi orang sukses mbak, aku nggak bakal lupa sama mbak Mama (mbakku), mbak Fatma, sama ibuk."
"Ah, nggak usah janji-janji gitu lah", kataku.
"Lho, beneran ini mbak. Nanti sampeyan mau minta apa aja, insya Allah aku turuti", jawabmu serius.
"Ah, lagian minta apa sih kami. Liat kamu jadi orang sukses aja, aku seneng", kataku tak kalah serius.
Aku tau, impianmu panjang. Masih banyak yang ingin kamu wujudkan di dunia ini.
Setelah itu, kamu mentraktirku makan sate ayam Madura di depan Sakinah. Kamu tau sate adalah makanan favoritku. Beberapa kali kamu melihatku sambil senyum-senyum kecil.
Saat kutanya kenapa, kamu bilang nggak pa-pa.
Aku baru menyadari bahwa saking laparnya, aku makan dengan begitu lahap, sampai nasi di piringku habis tak bersisa satu butir pun. Ini memang kebiasaanku, bahwa sebisa mungkin, menghabiskan makanan sampai benar-benar habis. Sunnah Rasul :) Jadi konyol buatku kalau makan dengan mengambil sendiri tapi malah bersisa.
Ternyata usiamu cukup segini, Le!
Rasanya baru kemarin pagi aku mengantarmu ke Kediri, menemui ibuku.
Kamu bilang ingin sekali punya ibu seperti ibuku, walau sebelumnya kamu belum pernah bertemu, melainkan hanya dari cerita-ceritaku dan mbakku saja.
Kamu bilang, ibuku orang yang hebat. Kamu ingin diakui menjadi anak dari ibuku.
Waktu itu aku berpikir peristiwa ini cukup konyol dan hanya ada di sinetron-sinteron Indonesia. Tapi ternyata tidak. Kamu serius.
Kamu benar-benar mengutarakannya kepada ibuku langsung.
Ibuku yang pada dasarnya suka iba dengan orang lain, dan setelah kami jelaskan siapa kamu dan apa keperluanmu menemui ibuku, maka ibuku pun bilang, "Iya, nggak pa-pa mas Lukman kalau mau jadi anak saya. Temen-temennya anak-anak saya itu juga temen saya. Kita semua ini kan bersaudara."
Sejak saat itu, kau memanggil ibuku dengan sebutan "ibuk" saja, bukan lagi "ibuku" atau "ibumu".
"Boleh saya peluk ibuk? Saya belum pernah dipeluk oleh ibu saya sendiri. Ibuk nggak seperti ibu saya. Ibu saya cuek, nggak pernah memberi nasihat", katamu kemudian.
Ternyata usiamu cukup segini, Le!
Rasanya baru kemarin aku dan mbakku bersinis-sinis ria kepada ibuk.
Ketika kamu merajuk minta dibawakan makanan yang dimasak oleh tangan ibuk sendiri ketika kami pulang ke Kediri, kami bilang ke ibuk, "Hmmm... ini ya... masak buat anak lanang. Lha kami sendiri malah nggak dibawakan apa-apa". Tentu kami setengah bercanda bilang begitu.
Atau juga ketika selesai shalat bersama, ibuk punya kebiasaan yang dibuatnya sendiri, yaitu setelah berdoa, ibuk akan meniupkan udara ke telapak tangannya, kemudian mengusapkannya ke wajah dan badan mbakku dan aku secara bergantian.
Setelah ibuk punya anak lanang, maka usapan itu bertambah satu lagi, buat kamu. Tentu saja kalau kamu tidak ada di rumah, ibuk akan melakukan peragaan mengusap wajah di awang-awang.
Kalau ibuk lupa, kami akan mengingatkan ibuk (masih dengan agak sinis), "Ojo lali donga ngge anak lanang ning Suroboyo, buk!"
Lalu ibuk akan menetralisir keadaan dengan bilang, "Oalah nduk...nduk... Sampeyan iri sama Lukman to kalau ibuk berperilaku begini dan begitu? Ya kalau sampeyan kan kalau mau ketemu ibuk, mau meluk ibuk, mau cium ibuk, mau curhat ke ibuk, itu bisa kapan aja, bisa gampang. Lha kalau Lukman? Ibunya katanya kan nggak peduli sama dia. Dia nggak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu. Jadi sampeyan jangan iri."
Lalu aku dan mbakku hanya nyengir.
Ternyata usiamu cukup segini, Le!
Rasanya baru semalam kamu mentraktir aku dan mbakku makan di resto seafood di daerah Gayungsari.
Saat maghrib, kamu meng-imami-ku shalat. Suaramu tegas, lantang, dan fasih melantunkan ayat-ayat Al-Qur'an, walau ada beberapa kata yang kurang tepat bacaan panjang-pendeknya.
Rasanya agak aneh juga diimami oleh seseorang yang kini mengaku sebagai adik lelakiku. Aku tak pernah punya adik kandung, apalagi saudara kandung laki-laki. Aku hanya punya mbak.
Oya, kamu pernah cerita juga kalau kamu hafal surat Yasin. Aku malu, aku sendiri tidak hafal semuanya.
Ternyata usiamu cukup segini, Le!
Tanggal 1 Syawal 1433 Hijriyah, tepat malam hari pertama Lebaran, mbakku menerima kabar dari pacarmu bahwa kamu kecelakaan di daerah Gresik.
Setelah dikonfirm, katanya kamu sedang mengantuk saat menyetir motor, lalu menabrak pohon di tepi jalan. Kamu koma. Tak pernah sadar.
Hingga keesokan harinya, mbakku kembali menerima telepon dari bibimu bahwa kamu sudah nggak ada.
"Nyuwun sewu, bu. Lukman sudah NGGAK ADA itu maksudnya gimana?" tanya mbakku meyakinkan maksud ucapan bibimu.
"Iya, Lukman sudah meninggal, mbak", jawab bibimu.
*lap air mata dulu*
Mbakku mengucap istighfar berkali-kali. Wajahnya pias. Aku ikut tegang.
Innalillahi wa inna ilaihi roji'un...
Sesungguhnya segala sesuatu datangnya dari Allah, dan sesungguhnya hanya kepada Allah-lah tempat kembali.
Maghrib 2 Syawal 1433 Hijriyah atau 20 Agustus 2012 kemarin menjadi maghrib yang mendung bagiku, mbakku, dan ibuk.
Kami shalat dengan air mata. Kami berdoa lebih panjang dari biasanya. Kami menangis lebih lama dari biasanya. Doa-doa ibuk yang dilantunkan untuk kamu, kami amin-kan dengan sepenuh hati, berharap doa-doa itu sama makbulnya dengan doa seorang ibu kepada anak kandungnya.
Ibuk mengambil Al-Qur'an dan membaca surat Yasin. Di tengah-tengah tak kuat menahan tangis, diambil alih oleh mbakku hingga Yasin selesai.
Satu hal yang aku sesali (dan selalu datang belakangan), bahwa aku sudah lama tidak ketemu kamu, pun tidak saling bertukar kabar melalui ponsel, termasuk saat ulang tahun ke-22 mu tanggal 14 Agustus kemarin. Aku juga belum sempat berlebaran sama kamu, mohon maaf atas segala kesalahan ucap, perbuatan, dan prasangka buruk terhadapmu. Aku tau, aku merasa, bahwa aku banyak dosa kepadamu.
Ternyata usiamu cukup segini, Le!
Jadi ingat, beberapa hari sebelum ulang tahunmu, ibuk memandatkan kepadaku dan mbakku untuk membelikan kado untukmu, sebuah sarung putih dan tasbih.
Entah bagaimana ibuk ingat hari ulang tahunmu. Aku saja tidak.
Lalu kami pergi ke toko. Sarung-sarung putih jika sesuai dengan permintaan ibuk, maka ternyata putihnya putih polos, dengan sedikit garis-garis di belakangnya.
Aku dan mbakku sepakat bahwa sarung puti polos akan mudah terlihat kotor dan kurang elok dipandang, seperti bapak-bapak tua saja. Lebih baik yang kotak-kotak atau ada motifnya, tapi warna dasarnya tetap putih.
Aku sempat bilang ke mbakku, "Jangan putih polos ah, kayak kain kafan aja!"
Astaghfirullah... aku juga baru ingat kemarin bahwa aku pernah terlontar dengan spontan kalimat seperti itu.
Semoga kamu sempat memakainya untuk sholat dan berdzikir ya, Le!
Ternyata usiamu cukup segini, Le!
Iya, nggak kurang, nggak lebih. Allah lah sebaik-baik pemberi keputusan.
Mautmu sudah tertulis tanggalnya dengan jelas di kitab Lauhul Mahfudz ketika ditiupkan roh ke dalam dirimu sejak kamu masih dalam kandungan ibumu, sejak kamu bernyawa.
Alam kubur bukanlah tempat peristirahatan terakhirmu, Le! Melainkan hanya tempat sementara. Tempat menunggu hingga jiwa-jiwa yang masih hidup ini menyusulmu kesana.
Kemudian ketika Malaikat Isrofil meniupkan sangkakala suatu hari nanti dan terjadi kiamat besar, maka kamu (dan kami) akan bangkit dari kubur, menuju Padang Mahsyar, untuk diperhitungkan seluruh amal perbuatan kita. Aku harap, kita sekeluarga mendapatkan tempat peristirahatan yang benar-benar terakhir di SURGA-Nya. Amin amin amin ya Robbal 'alamin...
Oleh karena itu, yang dapat kami doakan untukmu, Le... Bahwa Allah mengampuni seluruh dosa-dosamu dan memberimu nikmat kubur, kelapangan kubur, kebahagiaan kubur. Semoga Allah menjauhkanmu sejauh-jauhnya dari siksa kubur. Semoga doa-doa kami diijabah oleh Allah, karena kamu tak bisa lagi berdoa disana. Seluruh amal telah terputus, kecuali amal jariyahmu yang terus mengalir, dan ilmumu yang bermanfaat di dunia ini.
Aku bangga punya adek sepertimu, Lukman!
Kamu orangnya baik, supel, pandai, pekerja keras, bertanggung jawab pada pekerjaan, insya Allah shalatnya juga rajin.
Sekali lagi, maafkan atas segala perilaku tidak menyenangkan yang pernah aku perbuat kepadamu.
Semoga kita dapat bertemu di surga, suatu saat nanti. Amiiinnn...
Wassalamu'alaikum
Pety Puri a.k.a Fatma mengucapkan Minal aidin wal faidzin... Mohon maaf atas segala kesalahan ucap, tulisan, perbuatan, dan prasangka, baik yang disengaja maupun yang tidak kepada seluruh teman mulai dari aku kecil sampe sekarang, teman sepermainan, TK, SD, SMP, SMA, kuliah, dll, para sahabat di FB (yang sekarang akunku udah dibajak orang lain), twitter, blog, baik yang sudah pernah ketemu langsung maupun belum (dunia maya memang membuat hal-hal yang tak mungkin menjadi mungkin), dan teman serta kerabat yang tidak dapat aku sebutkan satu per satu. Mohon memaafkan diri yang masih banyak kekurangan disana-sini ini. Terima kasih :)
Lebaran kali ini membawa perasaan campur aduk buatku. Senang dan sedih. Senang karena Ramadhan tahun ini (aku rasa) aku dapat menjalaninya dengan lebih baik daripada tahun kemarin, juga senang karena sepupuku akan menikah. Sedih, karena ada saudaraku yang meninggal dunia. Sebenarnya bukan betul-betul saudaraku, tapi aku telah menganggapnya saudara.
Saudaraku yang meninggal bernama Lukman Aris Purwanto. Biasa dipanggil "Lukman" oleh teman-teman kantornya (termasuk aku juga memanggilnya demikian), atau "Aris" oleh keluarganya.
Ah, ternyata usiamu cukup segini, Le! 22 tahun!
Rasanya baru kemarin sore mbakku bercerita bahwa ada teman kantornya yang sudah menganggapnya sebagai mbaknya sendiri.
Iya, itu kamu, Lukman!
Kamu bilang sangat ingin punya kakak. Sosok kakak yang perhatian, yang mau memberi nasihat, yang mau memarahimu kalau kamu salah.
Dan ketika kamu menganggap mbakku adalah mbakmu juga, maka otomatis aku terlibat di dalamnya.
Kamu pun minta dikenalkan ke aku juga. Lalu kita saling bersapa suatu malam, setelah sebelumnya saling add-confirm dan mengobrol ringan di Facebook.
Ternyata usiamu cukup segini, Le!
Rasanya baru kemarin malam kamu bertandang ke kosku dan mengatakan, "Mbak, walau kita belum pernah ketemu sebelumnya, rasanya aku sudah dekeeet banget sama sampeyan!"
"Haha... kamu bisa aja, Man! Kok bisa?" jawabku
"Bener mbak. Sampeyan orangnya terbuka, mau menerima aku apa adanya. Pasti sampeyan sudah diceritain sedikit sama mbak Rahma (mbakku) kan tentang aku?"
"Iya"
Lalu mulailah kamu bercerita panjang lebar tentang dirimu, keluargamu, pekerjaanmu, dan alasan kenapa kamu pengen punya kakak seperti mbakku dan aku.
Aku akui, kisah hidupmu memang cukup rumit, penuh ujian, dan sempat kelam. Tapi aku akui juga, itulah yang membuatmu menjadi sosok lelaki yang lebih dewasa dari usiamu yang sebenarnya. Waktu itu kamu masih 20 tahun mungkin, 4 tahun lebih muda daripada aku. Kamu jauh-jauh lebih matang dari anak-anak seusiamu yang mungkin sedang asyik-asyiknya kuliah, ke mall setiap minggu, nonton, dsb. Kamu sudah punya visi misi hidup yang jelas. Dimana aku sempat malu sendiri, bahwa mungkin kamu juga lebih dewasa daripada aku.
Ternyata usiamu cukup segini, Le!
Rasanya baru semalam lalu kau mengajakku bertemu lagi. Kali itu kamu bercerita lebih panjang lebar dari sebelumnya.
Aku baru tau kalau di desamu dulu, di Lamongan, kamu sempat menjadi peminum minuman keras. Kamu sempat mengamen bersama teman-temanku keliling kampung. Iya, memang suaramu bagus :) Kamu mengaku harus membantu ibu pemilik kantin sekolahmu beres-beres demi mendapatkan sarapan dan makan siang gratis, di STM 5 Pembangunan Surabaya, salah satu STM favorit. Kamu bilang bahwa kamu merasa pintar dalam hal pelajaran. Kamu juga merasa punya kemampuan yang baik dalam hal berkomunikasi dengan orang lain dan menjadi pemimpin kelompok.
Malam itu kamu juga ingin meminta pendapatku mengenai karirmu ke depannya.
Kamu bercerita bahwa satu tahap lagi akan diterima di sebuah perusahaan minyak besar, Schlumberger, tapi masih bimbang apakah akan kamu ambil kesempatan itu atau tidak.
Kamu bilang, kesempatan itu langka sekali. Ketika "kembali" nanti dari perusahaan itu, kamu yakin namamu akan lebih "bernilai jual" dan lebih mudah dalam membangun jaringan di Indonesia. Sedangkan keberatanmu adalah bahwa kamu akan meninggalkan bapakmu yang sering sakit (sekarang sudah meninggal dunia), ibu, adik, pacar, dan kuliahmu yang baru semester awal.
Aku tidak memberi keputusan "iya" atau "tidak". Aku hanya memberi pandangan-pandangan saja, karena aku yakin dengan kedewasaanmu, kamu bisa memutuskan dengan bijak.
Selang beberapa waktu, akhirnya aku dengar bahwa kamu tidak jadi mengambil pekerjaan itu dan memilih mulai meniti karir sebagai calon kontraktor ME (Mechanical Electrical) yang mumpuni, sesuai jurusan kuliahmu di Teknik Elektro dan pekerjaan yang kau jalani sekarang.
Kamu bilang sesuatu yang sangat meyakinkan seperti ini, "Kalau nanti kau jadi orang sukses mbak, aku nggak bakal lupa sama mbak Mama (mbakku), mbak Fatma, sama ibuk."
"Ah, nggak usah janji-janji gitu lah", kataku.
"Lho, beneran ini mbak. Nanti sampeyan mau minta apa aja, insya Allah aku turuti", jawabmu serius.
"Ah, lagian minta apa sih kami. Liat kamu jadi orang sukses aja, aku seneng", kataku tak kalah serius.
Aku tau, impianmu panjang. Masih banyak yang ingin kamu wujudkan di dunia ini.
Setelah itu, kamu mentraktirku makan sate ayam Madura di depan Sakinah. Kamu tau sate adalah makanan favoritku. Beberapa kali kamu melihatku sambil senyum-senyum kecil.
Saat kutanya kenapa, kamu bilang nggak pa-pa.
Aku baru menyadari bahwa saking laparnya, aku makan dengan begitu lahap, sampai nasi di piringku habis tak bersisa satu butir pun. Ini memang kebiasaanku, bahwa sebisa mungkin, menghabiskan makanan sampai benar-benar habis. Sunnah Rasul :) Jadi konyol buatku kalau makan dengan mengambil sendiri tapi malah bersisa.
Ternyata usiamu cukup segini, Le!
Rasanya baru kemarin pagi aku mengantarmu ke Kediri, menemui ibuku.
Kamu bilang ingin sekali punya ibu seperti ibuku, walau sebelumnya kamu belum pernah bertemu, melainkan hanya dari cerita-ceritaku dan mbakku saja.
Kamu bilang, ibuku orang yang hebat. Kamu ingin diakui menjadi anak dari ibuku.
Waktu itu aku berpikir peristiwa ini cukup konyol dan hanya ada di sinetron-sinteron Indonesia. Tapi ternyata tidak. Kamu serius.
Kamu benar-benar mengutarakannya kepada ibuku langsung.
Ibuku yang pada dasarnya suka iba dengan orang lain, dan setelah kami jelaskan siapa kamu dan apa keperluanmu menemui ibuku, maka ibuku pun bilang, "Iya, nggak pa-pa mas Lukman kalau mau jadi anak saya. Temen-temennya anak-anak saya itu juga temen saya. Kita semua ini kan bersaudara."
Sejak saat itu, kau memanggil ibuku dengan sebutan "ibuk" saja, bukan lagi "ibuku" atau "ibumu".
"Boleh saya peluk ibuk? Saya belum pernah dipeluk oleh ibu saya sendiri. Ibuk nggak seperti ibu saya. Ibu saya cuek, nggak pernah memberi nasihat", katamu kemudian.
Ternyata usiamu cukup segini, Le!
Rasanya baru kemarin aku dan mbakku bersinis-sinis ria kepada ibuk.
Ketika kamu merajuk minta dibawakan makanan yang dimasak oleh tangan ibuk sendiri ketika kami pulang ke Kediri, kami bilang ke ibuk, "Hmmm... ini ya... masak buat anak lanang. Lha kami sendiri malah nggak dibawakan apa-apa". Tentu kami setengah bercanda bilang begitu.
Atau juga ketika selesai shalat bersama, ibuk punya kebiasaan yang dibuatnya sendiri, yaitu setelah berdoa, ibuk akan meniupkan udara ke telapak tangannya, kemudian mengusapkannya ke wajah dan badan mbakku dan aku secara bergantian.
Setelah ibuk punya anak lanang, maka usapan itu bertambah satu lagi, buat kamu. Tentu saja kalau kamu tidak ada di rumah, ibuk akan melakukan peragaan mengusap wajah di awang-awang.
Kalau ibuk lupa, kami akan mengingatkan ibuk (masih dengan agak sinis), "Ojo lali donga ngge anak lanang ning Suroboyo, buk!"
Lalu ibuk akan menetralisir keadaan dengan bilang, "Oalah nduk...nduk... Sampeyan iri sama Lukman to kalau ibuk berperilaku begini dan begitu? Ya kalau sampeyan kan kalau mau ketemu ibuk, mau meluk ibuk, mau cium ibuk, mau curhat ke ibuk, itu bisa kapan aja, bisa gampang. Lha kalau Lukman? Ibunya katanya kan nggak peduli sama dia. Dia nggak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu. Jadi sampeyan jangan iri."
Lalu aku dan mbakku hanya nyengir.
Ternyata usiamu cukup segini, Le!
Rasanya baru semalam kamu mentraktir aku dan mbakku makan di resto seafood di daerah Gayungsari.
Saat maghrib, kamu meng-imami-ku shalat. Suaramu tegas, lantang, dan fasih melantunkan ayat-ayat Al-Qur'an, walau ada beberapa kata yang kurang tepat bacaan panjang-pendeknya.
Rasanya agak aneh juga diimami oleh seseorang yang kini mengaku sebagai adik lelakiku. Aku tak pernah punya adik kandung, apalagi saudara kandung laki-laki. Aku hanya punya mbak.
Oya, kamu pernah cerita juga kalau kamu hafal surat Yasin. Aku malu, aku sendiri tidak hafal semuanya.
Ternyata usiamu cukup segini, Le!
Tanggal 1 Syawal 1433 Hijriyah, tepat malam hari pertama Lebaran, mbakku menerima kabar dari pacarmu bahwa kamu kecelakaan di daerah Gresik.
Setelah dikonfirm, katanya kamu sedang mengantuk saat menyetir motor, lalu menabrak pohon di tepi jalan. Kamu koma. Tak pernah sadar.
Hingga keesokan harinya, mbakku kembali menerima telepon dari bibimu bahwa kamu sudah nggak ada.
"Nyuwun sewu, bu. Lukman sudah NGGAK ADA itu maksudnya gimana?" tanya mbakku meyakinkan maksud ucapan bibimu.
"Iya, Lukman sudah meninggal, mbak", jawab bibimu.
*lap air mata dulu*
Mbakku mengucap istighfar berkali-kali. Wajahnya pias. Aku ikut tegang.
Innalillahi wa inna ilaihi roji'un...
Sesungguhnya segala sesuatu datangnya dari Allah, dan sesungguhnya hanya kepada Allah-lah tempat kembali.
Maghrib 2 Syawal 1433 Hijriyah atau 20 Agustus 2012 kemarin menjadi maghrib yang mendung bagiku, mbakku, dan ibuk.
Kami shalat dengan air mata. Kami berdoa lebih panjang dari biasanya. Kami menangis lebih lama dari biasanya. Doa-doa ibuk yang dilantunkan untuk kamu, kami amin-kan dengan sepenuh hati, berharap doa-doa itu sama makbulnya dengan doa seorang ibu kepada anak kandungnya.
Ibuk mengambil Al-Qur'an dan membaca surat Yasin. Di tengah-tengah tak kuat menahan tangis, diambil alih oleh mbakku hingga Yasin selesai.
Satu hal yang aku sesali (dan selalu datang belakangan), bahwa aku sudah lama tidak ketemu kamu, pun tidak saling bertukar kabar melalui ponsel, termasuk saat ulang tahun ke-22 mu tanggal 14 Agustus kemarin. Aku juga belum sempat berlebaran sama kamu, mohon maaf atas segala kesalahan ucap, perbuatan, dan prasangka buruk terhadapmu. Aku tau, aku merasa, bahwa aku banyak dosa kepadamu.
Ternyata usiamu cukup segini, Le!
Jadi ingat, beberapa hari sebelum ulang tahunmu, ibuk memandatkan kepadaku dan mbakku untuk membelikan kado untukmu, sebuah sarung putih dan tasbih.
Entah bagaimana ibuk ingat hari ulang tahunmu. Aku saja tidak.
Lalu kami pergi ke toko. Sarung-sarung putih jika sesuai dengan permintaan ibuk, maka ternyata putihnya putih polos, dengan sedikit garis-garis di belakangnya.
Aku dan mbakku sepakat bahwa sarung puti polos akan mudah terlihat kotor dan kurang elok dipandang, seperti bapak-bapak tua saja. Lebih baik yang kotak-kotak atau ada motifnya, tapi warna dasarnya tetap putih.
Aku sempat bilang ke mbakku, "Jangan putih polos ah, kayak kain kafan aja!"
Astaghfirullah... aku juga baru ingat kemarin bahwa aku pernah terlontar dengan spontan kalimat seperti itu.
Semoga kamu sempat memakainya untuk sholat dan berdzikir ya, Le!
Ternyata usiamu cukup segini, Le!
Iya, nggak kurang, nggak lebih. Allah lah sebaik-baik pemberi keputusan.
Mautmu sudah tertulis tanggalnya dengan jelas di kitab Lauhul Mahfudz ketika ditiupkan roh ke dalam dirimu sejak kamu masih dalam kandungan ibumu, sejak kamu bernyawa.
Alam kubur bukanlah tempat peristirahatan terakhirmu, Le! Melainkan hanya tempat sementara. Tempat menunggu hingga jiwa-jiwa yang masih hidup ini menyusulmu kesana.
Kemudian ketika Malaikat Isrofil meniupkan sangkakala suatu hari nanti dan terjadi kiamat besar, maka kamu (dan kami) akan bangkit dari kubur, menuju Padang Mahsyar, untuk diperhitungkan seluruh amal perbuatan kita. Aku harap, kita sekeluarga mendapatkan tempat peristirahatan yang benar-benar terakhir di SURGA-Nya. Amin amin amin ya Robbal 'alamin...
Oleh karena itu, yang dapat kami doakan untukmu, Le... Bahwa Allah mengampuni seluruh dosa-dosamu dan memberimu nikmat kubur, kelapangan kubur, kebahagiaan kubur. Semoga Allah menjauhkanmu sejauh-jauhnya dari siksa kubur. Semoga doa-doa kami diijabah oleh Allah, karena kamu tak bisa lagi berdoa disana. Seluruh amal telah terputus, kecuali amal jariyahmu yang terus mengalir, dan ilmumu yang bermanfaat di dunia ini.
Aku bangga punya adek sepertimu, Lukman!
Kamu orangnya baik, supel, pandai, pekerja keras, bertanggung jawab pada pekerjaan, insya Allah shalatnya juga rajin.
Sekali lagi, maafkan atas segala perilaku tidak menyenangkan yang pernah aku perbuat kepadamu.
Semoga kita dapat bertemu di surga, suatu saat nanti. Amiiinnn...
Wassalamu'alaikum
waduh bacanya jadi sedih banget nih..... anak yang baik. Turut berduka ya.. semoga Tuhan menerima semua amal kebaikan dari Adikmu ini...
ReplyDeleteCerita ini dituturkan dengan sangat baik dan menarik.. semoga kita semua bisa belajar dari tulisan ini... salam.
amiiinnn... makasih mas Applaus.
DeleteAku masih suka nangis kalo inget2 tentang dia. Rasanya masih gak percaya kalo beliau udah gak ada...
turut berdukacita sob...
ReplyDeletejadi kepikiran kalo umur ga pernah memandang usia...
thank's bro. Betul, siapapun bisa "diambil" olehNYA sewaktu-waktu ya.
DeleteSubhanallah... dek Lukman memiliki banyak keluarga yang sayang padanya...
ReplyDeleteDoa dari keluarga dan orang2 di sekitar akan terus mengalir untuknya....
Semoga amal ibadah dek Lukman diterima Allah... Amin...
amiinn amin amin ya Robbal 'alamin. Suwun doanya Fa!
Deleteinna lillahi wa inna ilaihi roji'un... semoga mas lukman bahagia di alam keabadian.. aamiin.. *membik-membik mbacanya*
ReplyDeleteamiiiinn... suwun mas Budiono. Semoga seluruh kebaikannya dibalas dengan surgaNya ya.
Deleteduh sedih sekali....turut berduka cita, Pety... semoga tabah dan tidak larut dalam kesedihan *hugs hugs*
ReplyDeletemakasih mbak Nay. Amiiinn... *hugs*
DeleteTurut berduka cita supaya mendpat yang bagus di sisi Nya
ReplyDeleteamin ya Robbal 'alamin. Terima kasih doanya...
Deletesedih, Innalillahi wainnailaihi rojiun, yang sabar ya mba :(
ReplyDeleteiya, insya Allah mas. Suwun...
Deleteaku sedih baca ini. aku jadi kefikiran sama teman dekat ku yang kabarnya sampai sekarang masih ga jelas.
ReplyDeleteada yang bilang dia sudah meninggal, ada yang bilang ga tau juga. sedih :(
Minal Aidin Walfaidzin ya, Pur :)
emang gak ada kabar karena apa temenmu itu, Dit?
Deletesemoga segera jelas ya kabarnya, biar sahabat2nya juga lega...
Maaf lahir batin juga Dit :)
Innalillahi.. Muda banget masih umurnya. Semoga amalnya diterima yang Maha Kuasa, amiin.
ReplyDeleteamiiinnn... makasih doanya mas. Iya, masih muda, masih punya banyak impian untuk diwujudkan. Tapi itulah rahasia terindah Tuhan :)
DeleteSemoga amal ibadah beliau diterima disisiNYA...
ReplyDeletesalam kenal dari ranah minang..
amin amin amin ya Robbal 'alamin. Makasih doanya, mas Gusti :)
Delete