Bullying. Harre Genne?

, , 9 comments
Assalamu'alaikum

Kemarin linimasa twitter ramai dengan pemberitaan adanya bully yang diterima seorang anak di salah satu SMA di daerah Jakarta (aku gak perlu sebutkan nama sekolahnya ya?). Singkatnya, si anak awalnya diculik oleh kakak kelas selepas sekolah, mengalami kekerasan fisik dan ancaman "jangan sampai lapor polisi", dan tentu saja menyisakan luka batin serius.
Tidak ada tindakan memuaskan dari sekolah, dengan alasan anak-anak yang mem-bully itu memang merupakan anak "bandel" di sekolah dan mereka sudah kelas 3 SMA yang artinya sebentar lagi akan ujian akhir sekolah. SO WHAT?!?!

Bullying secara umum diartikan sebagai tindakan kekerasan, baik secara fisik, verbal, maupun psikologis yang dilakukan seorang atau sekelompok orang kepada orang lain dengan tujuan membuat orang lain tertekan dan tidak berdaya. Apa efeknya? Anak akan menjadi takut, merasa terkucil, was-was bila bertemu dengan orang yang mem-bully nya, bahkan depresi hingga bunuh diri. Masih ingat kan dengan beberapa kasus terdahulu dimana anak SD yang sering diolok-olok temannya anak tukang bubur, lalu suatu hari ditemukan bunuh diri? Atau diolok-olok temannya sebagai anak miskin, lalu si anak memberontak kepada orangtuanya "kenapa keluarga kita miskin"? Ini masih di-bully secara verbal lho ya. Bagaimana dengan yang pernah ditampar, dipukul, disundut rokok, dan sebagainya? TRAGIS. Bullying. Harre genne? (hari gini?) ~> ternyata masih ada.

sumber gambar
Aku bersyukur (sepertinya) tidak mengalami bullying selama sekolah dulu. Tapi aku masih ingat betul menerima beberapa perlakuan "seenaknya sendiri" dari beberapa teman sekelas saat SD.
Sewaktu SD, aku anak yang cukup pintar (kata orang-orang). Bukannya sombong, cuma memang selama 6 tahun itu, hanya sekali atau dua kali keluar dari ranking 3 besar. Aku juga rajin mencatat pelajaran guru, dan beberapa anak bilang tulisanku memang bagus. Rupanya hal ini dimanfaatkan oleh dua orang temanku cowok (mereka kembar). Setelah aku selesai mencatat pelajaran dari guru, aku dipaksa untuk mencatatkan mereka juga di buku mereka. Jadi, aku menulis 2-3 kali pelajaran yang sama untuk mereka. Aku bukan tipe orang yang asertif (mudah mengungkapkan pikiran dan perasaannya sendiri kepada orang lain), sehingga entah bagaimana aku menurut saja diperlakukan seperti itu. Oya, kadang mereka mengancam dengan konsekuensi negatif tertentu (entah apa aku lupa) jika aku tidak mau melakukannya untuk mereka. Kejadian ini tidak hanya sebentar, tapi bertahun-tahun lamanya.

Aku juga dulu sering terlibat "konflik" dengan salah seorang teman yang gendut dan memang "nakal sekali" di SD. Rambutnya hitam kemerahan, gampang keringetan, dan kalau marah, mukanya akan berubah menjadi merah padam, membuat orang yang melihat juga ikut ketakutan. Mending kalo Hulk, yang aslinya ganteng, dan kalau marah berubah jadi kekar dan ijo *halaaah*
Aku juga agak lupa apa saja yang membuat kami bertengkar, tapi aku masih ingat, aku sering merasa ketakutan ketika berinteraksi dengannya. Dia sering membentak, mengancam, dan berbuat semena-mena terhadapku. Dan yang paling aku ingat, suatu siang di kelas 3 SD, dia dengan gaya cueknya mencoret-coret dengan stipo/ tipe-X bertuliskan "METAL" di tasku yang berwarna hitam. OMG! Itu tas kesayanganku. Tasku hitam selempangan samping dengan gambar sailormoon yang cantik. Apalagi tas itu masih bagus-bagusnya.
Rasanya nyesek banget dengan perlakuannya. Mungkin karena pertahananku hari itu sudah sampai batasnya, aku menangis sejadi-jadinya di sekolah. Ketika aku cerita ke ibuku, ibuku bilang, aku harus lapor ke guru kelas, setidaknya yang mengetahui kejadian itu. Okeh.
Aku bercerita kepada guru dengan muka termehek-mehek dan suara patah-patah disertai ingus yang meler-meler. Sinetron abis. Guruku malah bilang, "Bales aja, tulis pake stipo di tasnya!". Lhah! Yaaa karena aku anaknya baik hati dan rajin menyiram tanaman padahal agak takut kalo mau bales, akhirnya aku hanya memendam kesal kepada temanku itu.

Dan sekarang... Memaafkan mereka? Iya pasti. Tapi lupa? Nggak tuh. Bahkan sampe belasan tahun kemudian, aku masih ingat jika harus merasakan ulang bagaimana aku pernah merasa sangat inferior di depan teman-teman cowok seumuranku sendiri.
Ah, tapi kalau suatu saat temen-temen SD mengadakan reuni dan aku bertemu mereka bertiga, rasanya juga sudah hilang perasaan benci itu. Fyi, setelah lulus SD, kami nyaris tidak pernah bertemu lagi, hingga sekarang. Entah mereka sekarang dimana, dengan siapa, sekarang berbuat apa? :D

Yeah, bullying yang dialami anak-anak memang menyisakan perasaan yang tidak enak, buruk, bahkan traumatis di dalam dirinya. Tidak menutup kemungkinan, suatu hari anak yang pernah di-bully juga akan melakukan bullying terhadap anak yang lain, dengan cara yang lebih buruk, sebagai manifestasi dari perasaan tidak nyamannya dulu. Sebagaimana peristiwa pemerkosaan yang dilakukan karena pelaku dulunya pernah diperkosa (atau maaf, disodomi) oleh orang lain, sosok yang lebih berkuasa atas dirinya. SO PATHETIC.
sumber gambar
Dan kuncinya disini adalah peran para orangtua. So, MOMS and DADS, perhatikan ya buah hati kita. Sepercaya-percayanya kita menitipkan pendidikan anak-anak ke sekolah yang mungkin katanya unggulan lah, favorit lah, berbiaya mahal lah, tapi tetep ingat ya, itu bukan sebagai usaha kita sebagai orangtua untuk melepaskan tanggung jawab dalam mendidik mereka.
Anak kan katanya terlahir seperti kertas putih ya, lalu kalau anak menjadi berwarna merah, biru, hitam, hijau... itu ya terserah orangtuanya.
Dan jangan berharap anak mau dan mampu menceritakan bully yang mereka terima di sekolah kepada orangtua, kalau moms and dads tidak memberikan perasaan yang nyaman kepada mereka sehari-harinya. Taruhannya bisa jadi nyawa lho, misalnya anak diancam "jangan lapor orangtua atau polisi, atau kamu akan saya bunuh!"
Jadi, be close to your children. Make a positive relationship, give them warm hugs everytime, listen them when they tell about their school activities. With these, mean YOU BUILD TRUST TO YOUR CHILDREN.
Kalau sudah tumbuh kepercayaan, yakin deh, tanpa diminta pun, anak akan mau bercerita tentang segala sesuatu yang mungkin membuatnya tidak nyaman.

Agree with me to stop bullying?!

Wassalamu'alaikum

9 comments:

  1. Ya betul sekali... kasian banget dirimu pernah di bully bully, untung di suruh nyatet ya, jadi makan pinter aja ya...

    saya tidak pernah melakukan itu, dibully maupun membully. iya peran orang tua sangat penting sehingga sampai dirumah tetap bisa diajak ngomong....

    ReplyDelete
    Replies
    1. yup, ujung2nya kuncinya di tangan orangtua kan?
      orangtua dapat mengajari anak agar asertif (minimal berani melapor ke guru jika di-bully), atau memberi pertahanan bagi diri sendiri, atau jika berani ya melawan. Orangtua yang dapat memberi bekal kasih sayang dan kepercayaan (trust) kepada anak. Orangtua juga yang dapat memberikan "back up" jika terjadi apa2 dengan anak.

      Delete
  2. aku ga pernah dibully, untunglah :-) kesian juga sih liat kasus2 bully, ga di negara mana, selalu saja ada anak2 nakal itu, bikin sebel ya, Pet :-( keluarga memang pengendali utama...cuma ya kadang2 sulit juga dg kesibukan orang tua yg jadi masalah utama, jadi anaknya terabaikan dan jadi nakal tak terkendali

    ReplyDelete
    Replies
    1. kembali ke masalah komitmen memang mbak. Buat apa punya anak kalau gak berkomitmen untuk menjadi sahabat dan pendidik bagi anak, dan malah memilih sibuk dg pekerjaannya sendiri? *kayak gue udah punya anak aja* heuheuheu

      Delete
  3. tadi liat di TV,pak wakaseknya menyayangkan ya kerena ditahan polisi, mpe bawa2 komnasham juga. Sebenarnya kalau masuk penjara gak apa2 juga,kan ada penjara anak. Ada hikmahnya juga tu anak2 ditangkap jadi ada yang care gtu...

    ReplyDelete
  4. masa kecil waktu sd, kalo yang jahatin cowok, nggak lapor ortu paling-paling aku nangis pas dia jahatin aku. Pasti teman-teman yang lain membela aku tak ketinggalan ibu guru akan memarahinya. Enak ya jadi cewe tinggal nangis..hee

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya, ada penjara anak, yang diharapkan memang memberi pelajaran ke anak dengan cara yang dapat diterima anak2 pula. Kalau dibiarin bebas, malah kasihan para keluarga korban, dan juga gak ada efek jera pada pelaku.
      Hehe iya, senjatanya cewek kan emang nangis mbak :D Itu bukan kelemahan, justru kelebihan kita sebagai cewek, wkwkwk

      Delete
  5. Saya korban bullying semasa kecil. Nggak tanggung-tanggung dari SD mpe SMA saya dicap "pecundang" oleh sebagian besar teman (teman? apa itu teman?) sekolah. Sisanya, menaruh belas kasihan kepada saya. Hina banget nggak sih?

    Alasannya karena saya tidak bergaul seperti mereka. Biasalah anak kota besar. Kalau akhir pekan ke mall, makan di restoran, main bilyar, dll, pokoknya segala kegiatan hedonis yang melekat erat ke anak-anak sekolah pada umumnya (ah padahal duid mereka juga dari orangtuanya).

    Tapi ternyata Bullying nggak cuma terjadi di masa lampau aja. DI dunia kerja juga kita kerap di Bully. Dipaksa menurut perintah rekan kerja atau atasan kalau nggak mau terjadi apa-apa dengan sumber penghidupan kita. Tragis ya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. yaaa gaul yang diartikan secara sempit oleh mereka. Hedonis kalau menurut istilah mas :)
      kalo saya gaulnya mah baca buku aja, ikut organisasi, tidur!
      bullying memang bisa terjadi dimana saja. Cuma kalau sudah dewasa, harapannya kita sudah lebih asertif, sudah mampu mengutarakan pendapat jika tidak suka diperlakukan tertentu, dan bisa mengambil tindakan tegas atas perbuatan tidak semena2 itu.
      tapi sekarang gak di-bully lagi kan mas? semoga orang2 itu segera insyaf deh. Kalo anggota keluarga mereka juga digitukan, mereka lo juga gak bakal seneng.

      Delete