Cerita 25 Ramadhan 1436H: CERITA UNTUK NINA

, , 7 comments
“It was getting late. Spot had finished his supper. Now he was busy playing with his train, his blocks, and his ball”, aku mulai membacakan buku cerita dengan kecepatan pelan. Di atas tempat tidur.

Kedua mata Nina, sepupuku kelas 3 naik kelas 4 SD, masih tertuju pada layar ponselku yang memainkan sebuah game yang baru saja di-download-nya sendiri, game Subway Surf. Permainan mengumpulkan koin sebanyak-banyaknya yang dilakukan oleh seorang anak yang telah mencoret-coret kereta api, kemudian dikejar oleh seorang polisi. Melintasi jalur kereta api, bilamana perlu, naik atau turun demi menghindari kereta yang melaju, dan lebih penting lagi, menghindarkan diri dari tertangkap polisi.

“Dek Nina...” panggilku meminta perhatiannya sebentar.

Sik to mbak. Iki jik main”, jawabnya singkat.

No, no! Kan perjanjiane mau, maine bar aku macakne crita iki?

Yo wis”, katanya pasrah. Ia menempelkan ponselku ke perutnya. Matanya mulai tertuju pada buku yang kupegang.

Deloken dek, iki gambare lak apik”, kataku mencoba lebih menarik minatnya untuk memperhatikan apa yang sedang kulakukan.

Oke, tak baleni ya. It was getting late. Spot had finished his supper. Now he was busy playing with his train, his blocks, and his ball.

“Apa itu train?” tanyaku kepada Nina.

“Mmm... mbuh”.

Nina seringkali ogah-ogahan menjawab pertanyaan dengan serius bila sedang tidak mood. Kadang aku kurang bisa membedakan juga, mana perilakunya yang menunjukkan dia benar-benar tidak tahu apa yang sedang kutanyakan, dan mana perilakunya yang pura-pura.

Train. Apa itu train?” ulangku.

Iki”, Nina menunjuk dua buah balok yang ada di buku bergambar yang sedang kupegang.

“Oya? Train. What is train?” ulangku lagi.

Dia menunjuk ke gambar kereta. Tampaknya dia menunjuk gambar secara acak dan iseng-iseng, ternyata benar.

“Iya betul. Jadi, apa train itu?”

“Kereta”, jawabnya.

Yes. Dan blocks? Apa itu blocks?” tanyaku selanjutnya.

Nina menunjuk gambar sebuah bola ungu bermotif bulat-bulat kuning. Lagi-lagi tampaknya dia masih ‘ngawur’ untuk menjawab.

No. Blocks?” ulangku.

Nina menunjuk gambar dua buah balok berwarna merah-kuning dan merah-biru.

“Betul. Dan ball? What is ball?

Dia menunjuk bola. “Oiyo, ball kan bola, mbak?”

“Nah, itu tahu, kan?” jawabku.

“Sally looked in.
‘Time for bed, Spot’, she said.
‘But, Mom’, said Spot,
‘I’m not sleepy!’”

Aku melanjutkan cerita pada halaman ke dua sambil menunjuk kata per kata yang sedang kubaca.

“Spot kuwi artine apa to, mbak?” tanya Nina kepadaku.

Aku senang. Ia memperhatikan apa yang sedang kulakukan. Walau aku tahu, game di tangannya masih memutar lagu lirih tanda posisi idle di menu, menunggu pemainnya memencet tombol resume, reset, atau exit. Aku membiarkan saja. Yang lebih penting, Nina mau mematuhi kesepakatan yang telah kami buat. Mendengarkan cerita dulu, baru setelah itu bermain game.

“Spot. Kalau tulisannya diawali dengan huruf besar, itu menunjukkan sebuah nama. Nama orang, tokoh, tempat, dan lain-lain”, jelasku. “Di sini, Spot adalah nama anjing. Tokoh dalam cerita ini.”

Lek Sally?” tanyanya lagi.

“Sally juga nama tokoh di sini. Siapa Sally? Kita lihat nanti siapa dia”, ucapku sok misterius, padahal sudah disebutkan di cerita bahwa Spot memanggil Sally dengan sebutan ‘mom’.

Aku membuka halaman ke tiga.

“’You can put away your toys,’ said Sally.
‘That will help to make you sleepy.’
‘All right, Mom,’ said Spot.
He put away his train, his blocks, and his ball. ‘I’m still not sleepy!’ said Spot.

Aku terus membacakan cerita bergambar berjudul Night-Night, Spot hingga akhir sebanyak 24 halaman. Setiap halamannya, aku coba tes-kan ke Nina mengenai beberapa vocabulary sederhana. Ada yang dia tahu, banyak juga yang dia tidak tahu. Kadang gemas juga, kenapa dia belum mengetahui arti dari kosakata-kosakata sederhana berbahasa Inggris. Dalam menjawab pertanyaan-pertanyaanku, dia sangat terbantu dengan adanya ilustrasi atau gambar yang ada. Seperti kosakata bath, boat, duck, towel, story, sea, dan lain-lain.

Tapi sebelum aku sewot lebih lanjut, aku jadi mengingat-ingat, apakah dulu tamat kelas 3 SD aku juga sudah banyak menguasai vocab bahasa Inggris? Wong seingatku saja, aku baru mendapat pelajaran bahasa Inggris kelas 4 SD dulu, walau sekolahku tergolong sekolah unggulan dan favorit pada zaman itu. Jadi, aku memaafkan ketidaktahuan Nina, dan juga memaafkan diriku sendiri yang telah sewot di bulan puasa. Hahaha...

Oya, buku ini, dan beberapa buah buku lain yang serupa, merupakan hibah dari Mahanani, sebuah taman baca dan ruang belajar di kota Kediri, yang mungkin pernah aku ceritakan di blog ini beberapa kali. Lebih lanjut, buku ini adalah dari The Asia Foundation, sebuah lembaga internasional yang concern pada dunia perbukuan dan pendidikan, yang memberikan buku-buku bagus kepada siapa saja yang membutuhkan. Kemudian, Mahanani membantu menyalurkannya kepadaku, yang apalah aku ini, hanya butiran debu di padang pasir.

Kembali pada Nina. Dia sudah tampak tidak sabar menungguku menyelesaikan cerita. Sedangkan aku, memastikan bahwa dia paham cerita itu mengenai apa. Kecepatan membacaku aku buat sedang-sedang saja, tidak terlalu cepat karena dia bisa jadi akan kehilangan makna, dan tidak terlalu lambat karena dia sudah beberapa kali kudapati melirik layar ponselku lagi.

Setelah tamat, aku ulang dari depan, tapi ganti Nina yang aku minta bercerita. Tidak muluk-muluk memintanya membaca bahasa Inggris, tapi cukup aku buka tiap halaman dan aku minta dia menceritakan bagaimana kisah Spot, Sally, dan Sam (ayah Spot) pada halaman tersebut.

Sama sekali tidak aku sangka, ternyata Nina sangat lancar menceritakan setiap halamannya. Tentu saja dia lebih memilih untuk mengidentifikasi kisah melalui gambar yang disediakan, alih-alih mencoba membaca huruf dan kalimatnya.

Itu artinya memorinya merekam cerita dengan sangat baik, khususnya cerita yang disajikan dalam bentuk visual berwarna.
Perhatiannya bisa terfokus pada cerita selama bermenit-menit, sementara ia masih memegang ponsel dan tidak sabar untuk memainkannya.
Dia bisa konsekuen untuk memegang janji, bahwa akan mendengarkan ceritaku dulu, baru bermain game. Latihan moral dan kesabaran yang cukup baik.
Bahkan ketika aku melewatkan 2 halaman tidak terbaca (yang otomatis dia tidak tahu bagaimana cerita pada halaman itu), dia tetap bisa menceritakannya hanya dengan menganalisis urutan kisah dan melihat gambar pada halaman tersebut.

Aku tidak menyadari selama ini bahwa Nina memiliki kemampuan yang demikian bagus (walau tidak luar biasa), mengingat aku cukup dekat dengan dia hampir setiap hari bertemu.

Dan psssttt... akan kubuka sedikit rahasia.

Nina termasuk salah satu anak yang anti-buku dan dengan kemampuan membaca yang belum terlalu cepat. Dia sering dibandingkan dengan sepupu perempuannya yang sejak kelas 1 SD sudah lancar membaca koran dan berbagai majalah, dengan huruf yang besar, normal, maupun sekecil koran.

Nina juga yang sering membuatku gemas. Dengan sekian ratus buku yang ada di rumah, ia hanya sekali-dua kali mau menyentuh, apalagi memiliki hasrat untuk membaca buku-buku tersebut. Motivasi membacanya rendah, dan sering mengukuhkan diri sendiri sebagai anak yang tidak senang membaca buku. Pun menghadiahinya buku baru, ia jujur mengatakan bahwa sampai berbulan-bulan berikutnya, tidak tuntas membaca buku yang kuberi. Pun tidak ada niat untuk melanjutkannya membaca.

So... alih-alih mengeluhkan anak tidak suka membaca, bukankah lebih baik terus berusaha mendekatkan anak dengan buku-buku, membacakannya cerita, dan terus menstimulus otaknya dengan hal-hal yang menarik?

Lalu, apakah setelah dia menceritakan kembali isi buku itu kepadaku, aku mengizinkannya untuk bermain Subway Surf? Tentu saja. Aku harus lebih konsekuen daripada dia. Janji tetaplah janji yang harus dipenuhi.

Selamat membaca, anak-anak!
Selamat membacakan cerita, para orangtua! :)

7 comments:

  1. Mbak ini gimana? Katanya psikolog, tapi kok gak bisa bedain mana yang pura-pura, mana yang beneran gak tahu? Gimana sih? :D

    ReplyDelete
  2. Mba, aku pinjem 1 yg bhs inggris buat cerita anakku ya, walau masih 18 bulan, sekarang kalo aq bilang i love you dia uda bisa jawab me too..hahaha

    ReplyDelete
  3. lho, Spot itu buku ceritane Ethan hehe... bagus dik Pety, lanjutkan. mungkin ponakanmu agak kurang terekspos sama buku saja sebelum ini, tapi tentu saja belum terlambat untuk memperkenalkan lagi. Ethan juga dah mulai tech-ie, maen game di hapeku. tapi dia tau kalo aku bilang "finish" hapenya dikasihin aku meski sambil pasang muka cemberut hihi. untung bapaknya tetep rajin buka2 buku sama dia tiap hari. moga2 terus begitu.

    ReplyDelete