Assalamu'alaikum
Tulisan kali berisi wawancara antara Fatma dan Pety.
Fatma adalah perempuan seperempat abad lebih, sedangkan Pety adalah perempuan seperempat abad lebih (yang lain), sesosok "self" yang lain :)
1. Fatma: "Hey, buddy! I know you have two nicknames, "Fatma" (like my name) and "Pety". Which one do you prefer?"
Pety: Well, "Fatma" menurutku lebih formal. Teman yang baru kenal dan dosen memanggilku Fatma. Sedangkan "Pety", ah... aku seringnya merasa being the real me kalau ada yang memanggil dengan nama itu. "Pety" adalah panggilan yang pertama kali diberikan almarhum bapakku, waktu aku masih bayi. Sekarang, hampir seluruh keluarga besar kami memanggilku "Pety". Juga teman-teman lama, teman SD, SMP, SMA, dan beberapa teman kuliah. Dan juga... para pembaca blog ini :) I feel always like i just still my parent's girl, not yet a woman, now and forever, when i called "Pety". Panggil aku apa aja, boleh Fatma, boleh Pety. Aku suka keduanya :)
2. Fatma: "Can i just call you "Baby"? Okay, kidding. What's the most unforgettable moment when you were child?"
Pety: Hampir tiap hari ulang tahun, ibu mengajakku ke Zangrandi di Jalan Dhoho Kediri, sebuah tempat makan es krim. Aku nggak tau dan nggak yakin apakah itu Zangrandi seperti restoran es krim yang sekarang ada, atau kebetulan namanya sama. Mungkin yang seumuran sama aku dan pernah tinggal di Kediri tau riwayatnya Zangrandi? Kalau memang benar, berarti cukup tua juga ya umur restoran itu! *lha aku sendiri?*. Aku hampir selalu memesan es krim stroberi kesukaanku, atau vanila. Ya, aku nggak pernah suka coklat, sampai sekarang :)
3. Fatma: "Good if you don't like chocolate. You can be fatter and fatter! By the way, you have good academic achievements when you were in elementary until senior high school. But why it didn't happened when you went to college?"
Pety: Waktu SD sampai SMA, ibuku menekankan bahwa aku harus berprestasi di sekolah, setidaknya selalu masuk rangking 3 besar. Itu terjadi, hanya beberapa kali meleset. Tapi waktu aku naik kelas 2 SMA, aku masuk kelas unggulan (begitu sebutannya), yang isinya anak-anak rangking teratas dari 9 kelas. Aku cukup kalah telak, hanya bisa menduduki rangking 4, 5, 6, 7, dan bahkan 8. Jangan bayangkan itu prestasi yang cukup bagus, karena masing-masing rangking itu ada paralelnya, maksudnya, rangking 2 ada 3 orang, rangking 3 ada 2 orang, rangking 5 ada 6 orang. Pokoknya banyak banget lah :)
Dan masuk kuliah, entahlah bagaimana, aku tidak termasuk yang menonjol di bidang akademik. Aku merasa i just good, but not outstanding. Tapi aku selalu mempertahankan IP di atas 3,00. Itu wajib, karena itu sudah nilai standar banget :) Aku merasa belum mampu bersaing dengan 200 orang lebih teman seangkatanku yang notabene juga pinter-pinter semua. I just average.
4. Fatma: "You just have a crisis, i think. Then, what did you do to cover your average academic achievement in college?"
Pety: Aku mengikuti beberapa organisasi di sekolah. Tapi nggak serakah juga, karena aku mengikutinya satu per satu, per periode bergantian, di Psikologi. Aku ikut BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa), BLM (Badan Legislatif Mahasiswa), dan SKI (Sie Kerohanian Islam). Kecuali untuk SKI, mungkin aku ikut 3 tahun berturut-turut, mulai dari jadi anggota baru, sampai jadi pengurus.
Di BEM, aku jadi bendahara, dimana waktu itu sepertinya untuk pertama kalinya aku memegang banyak uang, tapi sayangnya bukan uang pribadi :) Aku seringkali kebagian mengambil uang kegiatan mahasiswa di rektorat, berjuta-juta. Sempet ketar-ketir, karena aku kemana-mana naik motor, tanpa pengawalan polisi pula :D
Di BLM, aku kenal orang-orang "aneh" macam mas Salman, mas Is Harjatno, mas Bowo, mas Indra, dll. Cowok-cowok anti mainstream yang sebelum aku kenal, untuk menyapa mereka aja aku takut :)
Di SKI, aku benar-benar ngerasa i found my second home. Kalian pernah merasakan, ketika your life values bertemu dengan organization's values, maka kalian bisa loyal disana. Dan jangan salah, anak-anak SKI (setidaknya zaman itu), juga banyak yang berprestasi secara akademis. I miss them so much! Our togetherness, laughter, happiness, and pain.
5. Fatma: "From your statements above, i know you were worked hard to build up your personality and found out who the real you. Right?
What was the hard thing to do that you want to do again now?"
Pety: Berkemah. Sejak SMP aku sering berkemah, berkat aku ikut Pramuka sekolah. Mulai dari Persami (Perkemahan Sabtu-Minggu di halaman sekolah), lengkap dengan jurit malam mengelilingi sekolah bersama kakak-kakak kelas yang pura-pura jadi setan, lalu kemah di luar sekolah (waktu itu di lapangan Batalyon Infanteri 521 Kediri), kemah di Wonosalam Jombang, kemah di Pantai Karanggongso, kemah di Penampehan Tulungagung. Tapi, puncak karir prestasi kepramukaanku *halah* adalah waktu aku pernah jadi Pratami (ketua putri Pramuka di SMP) dan terpilih mewakili sekolah bersama Pratama-ku untuk mengikuti Jambore Daerah di Bumi Perkemahan Pacet, Mojokerto (beberapa bulan setelah itu Pacet longsor). Disana aku betul-betul bertemu teman-teman se-Jawa Timur. Pernah malam-malam aku terpisah dari kelompokku, dan karena jarak antara tenda dan tempat acara lumayan jauh, jadi aku jalan kembali sendiri ke tenda tanpa senter jam 10-an malam, sekitar 1 kilometer, bulu kuduk semriwing, nggak berani liat ke belakang, dan dalam suhu udara yang sangat dingin. Untung ada beberapa panitia yang stay di beberapa pos dan membantu menerangi jalan, itupun setiap beberapa puluh meter sekali :( Ya, kemah itu berat, butuh mental dan fisik yang kuat :)
6. Fatma: "Your dad passed away when you were teenage. What did you feel?"
Pety: Sedih yang pasti. Sempat beberapa lama aku berpikir, "Bener nih, aku udah nggak punya bapak lagi?" :) Tapi lama kelamaan, semua jadi normal seperti sedia kala, kecuali bahwa status baru bahwa aku menjadi anak yatim. Perenungan dan pemaknaan yang cukup dalam akan hidupku sendiri, membuat aku berkesimpulan bahwa sungguh Tuhan adalah pembuat skenario terbaik. Aku memiliki ibu yang berwatak keras, tidak suka jika pendapatnya (yang dirasa baik dan benar) dipatahkan oleh orang lain, pekerja keras, perfeksionis, ingin segala sesuatu berjalan sesuai rencana, banyak tutur-tutur (menasihati), tapi juga sangat mudah tersentuh hatinya, mampu berbicara mulai dengan tukang becak sampai walikota dengan pemilihan bahasa yang tepat, dan disegani orang lain.
Tuhan memberi aku ibu dengan segala ke"keras"annya seperti itu, karena Tuhan tahu, ketika anak-anaknya masih remaja dan butuh penguatan agar memiliki pondasi kepribadian yang kokoh, ia akan menjanda. Ia harus mencari uang dengan keringatnya sendiri, menjaga agar anak-anaknya tidak makan dari sesuatu yang haram, berusaha agar anaknya tetap setara dengan teman-temannya, memilihkan anak-anaknya jodoh yang shaleh, dan menjadikan anak-anaknya sendiri menjadi wanita-wanita yang shalehah. All by her own hands, dan dengan izin Tuhan. Dan dengan seluruh pertimbangan dan lika-liku hidup yang dialaminya, entah bagaimana, ibuku tidak ingin menikah lagi sampai sekarang. Only one man in her entire life, and he is my father :)
7. Fatma: "What are two words can make you so sensitive, and why?"
Pety: "JANDA" dan "BAPAK". Karena "janda" adalah ibuku, dan ibuku adalah janda. Cukup mengherankan ketika orang bercanda bahwa ungu adalah warna janda, karena ibuku lebih suka hijau daripada ungu :) Dan "bapak" adalah karena sejak awal aku pribadi tidak terlalu dekat dengan bapak, dan sekarang bapak sudah nggak ada.
Oya, dulu waktu aku masih remaja, aku sering mempertanyakan dalam hati tentang adegan bentak-membentak antara suami-istri di sinetron-sinetron bodoh Indonesia. Apakah itu nyata? Karena, aku bersyukur, bahwa aku hampir tidak pernah melihat kedua orangtuaku saling memaki di hadapan anak-anaknya. Kalau berbicara dengan tegas, iya sesekali. Tapi untuk saling menuding, menggebrak meja, berteriak, atau bahkan KDRT, sama sekali tidak pernah. Ibuku bilang, semua masalah suami-istri diselesaikan di kamar, menunggu anak-anak tidur, dan tanpa teriak. I wish i could do it too, someday.
8. Fatma: "Some people called you as a woman come from the "lucky family" and they want to have a family like yours. What's your comments?"
Pety: Keluarga yang beruntung? Aku selalu mensyukuri dari mana aku berasal, itu saja. Kalaupun ada orang yang mungkin, karena aku cukup sering bercerita secara langsung atau menulis tentang mereka disini, lalu mereka bilang "aku ingin keluarga seperti keluargamu", aku sangat senang dan aku hargai itu. Tapi ingat, jangan sampai ada yang jadi kufur nikmat, mengingkari nikmat Tuhan yang telah memberi kalian keluarga yang hebat juga.
Keluargaku tidak sempurna. Kalau ada yang ingin punya keluarga sepertiku, kalian siap ditinggal bapak kalian saat kelas 2 SMP? Kalian mau hidup sederhana demi tetap bisa sekolah? Kalian mau naik angkot ke sekolah dan bukan mobil mewah ber-AC? Kalian mau "terpaksa" menggunakan buku pelajaran kakak kalian dan bukan membeli baru buku-buku itu tiap pergantian tahun ajaran? Kalian mau tidak jajan di sekolah karena ibu kalian sedang menabung untuk biaya kuliah anaknya nanti?
Your life is also perfect, guys! Kalau kalian benar-benar memahami apa arti hidup kalian, kalian nggak akan pernah ingin dilahirkan di keluarga lain kok :) Tapi jika kalian ingin tetap punya keluarga sepertiku, dengan seperangkat suka dukanya, come here, come with me, i'll regard you as my family member, no doubt :)
9. Fatma: "I agree with you, Pety. Anyway, you are just become a psychologist, aren't you?"
Pety: Hehehe... hehehe... hehehe... Jadi, hari Senin tanggal 1 Oktober 2012 kemarin aku sidang tesis dan alhamdulillah dinyatakan lulus. Secara de facto, memang aku sudah selesai kuliah S2 ini. Hanya de yure-nya menunggu ijazah keluar, untuk mendapatkan gelar M. Psi, Psi., yang artinya 2 tahun ini aku telah menempuh pendidikan Magister Psikologi dan berhak disebut Psikolog, spesifiknya dalam bidang Industri dan Organisasi.
Cukup berat tanggung jawabnya karena ini merupakan sebuah profesi, yang insya Allah tanggal 19 Oktober 2012 besok akan diadakan yudisium, dan kami yang telah lulus profesi akan disumpah dengan Al-Qur'an (dan kitab suci lain untuk agama lain) di atas kepala kami. Pelanggaran kode etik profesi dan segala perbuatan yang menyimpang atau disengaja keliru, tidak hanya akan mendapat konsekuensi negatif dari pihak Himpsi (Himpunan Psikologi) Indonesia, tetapi juga di hadapan Tuhan. Itu jauh yang lebih berat. Mau gitu, nanti di akhirat masuk neraka? Na'udzubillahi min dzalik. Wong yang nggak disumpah pake Al-Qur'an aja udah dosa kalau melakukan perbuatan buruk, apalagi yang disumpah. Well, wish me luck for my plans, yah! :)
10. Fatma: "I wish you luck, always :) But, wait, wait. Why did i asked you these nine questions like that, and why did you disposed to answered me?"
Pety: Ah, gimana sih lu, Fatma. Udah ngomong ngalor-ngidul begini baru nyadar ngapain ngomongin beginian. Capede! Ya anggep aja kamu udah bantu aku untuk merangkum dan memaknai perjalanan hidupku mulai kecil sampe sekarang, 26 tahun ini, tepatnya tanggal 2 Oktober 2012 kemarin :) Jujur, waktu aku jawab beberapa pertanyaanmu, aku berpikir keras, memaknai apa yang selama ini tidak aku perhatikan, belum aku ketahui, dan belum aku sadari. Thank's for helping me, Fatma! And yes, my graduation is one of my biggest gift from Allah. Alhamdulillahi Rabbil 'alamiinn...
Fatma: "Aahh... you are welcome, darl. Hope your work selection test result would direct you to the best workplace, the best work partners, and make you become a better woman, day to day, wherever you are."
Pety: Amiinn... :)
Wassalamu'alaikum
*ps: Terinspirasi dari wawancara imajiner yang dilakukan Pandji Pragiwaksono di dalam blognya.
Tulisan kali berisi wawancara antara Fatma dan Pety.
Fatma adalah perempuan seperempat abad lebih, sedangkan Pety adalah perempuan seperempat abad lebih (yang lain), sesosok "self" yang lain :)
1. Fatma: "Hey, buddy! I know you have two nicknames, "Fatma" (like my name) and "Pety". Which one do you prefer?"
Pety: Well, "Fatma" menurutku lebih formal. Teman yang baru kenal dan dosen memanggilku Fatma. Sedangkan "Pety", ah... aku seringnya merasa being the real me kalau ada yang memanggil dengan nama itu. "Pety" adalah panggilan yang pertama kali diberikan almarhum bapakku, waktu aku masih bayi. Sekarang, hampir seluruh keluarga besar kami memanggilku "Pety". Juga teman-teman lama, teman SD, SMP, SMA, dan beberapa teman kuliah. Dan juga... para pembaca blog ini :) I feel always like i just still my parent's girl, not yet a woman, now and forever, when i called "Pety". Panggil aku apa aja, boleh Fatma, boleh Pety. Aku suka keduanya :)
2. Fatma: "Can i just call you "Baby"? Okay, kidding. What's the most unforgettable moment when you were child?"
Pety: Hampir tiap hari ulang tahun, ibu mengajakku ke Zangrandi di Jalan Dhoho Kediri, sebuah tempat makan es krim. Aku nggak tau dan nggak yakin apakah itu Zangrandi seperti restoran es krim yang sekarang ada, atau kebetulan namanya sama. Mungkin yang seumuran sama aku dan pernah tinggal di Kediri tau riwayatnya Zangrandi? Kalau memang benar, berarti cukup tua juga ya umur restoran itu! *lha aku sendiri?*. Aku hampir selalu memesan es krim stroberi kesukaanku, atau vanila. Ya, aku nggak pernah suka coklat, sampai sekarang :)
3. Fatma: "Good if you don't like chocolate. You can be fatter and fatter! By the way, you have good academic achievements when you were in elementary until senior high school. But why it didn't happened when you went to college?"
Pety: Waktu SD sampai SMA, ibuku menekankan bahwa aku harus berprestasi di sekolah, setidaknya selalu masuk rangking 3 besar. Itu terjadi, hanya beberapa kali meleset. Tapi waktu aku naik kelas 2 SMA, aku masuk kelas unggulan (begitu sebutannya), yang isinya anak-anak rangking teratas dari 9 kelas. Aku cukup kalah telak, hanya bisa menduduki rangking 4, 5, 6, 7, dan bahkan 8. Jangan bayangkan itu prestasi yang cukup bagus, karena masing-masing rangking itu ada paralelnya, maksudnya, rangking 2 ada 3 orang, rangking 3 ada 2 orang, rangking 5 ada 6 orang. Pokoknya banyak banget lah :)
Dan masuk kuliah, entahlah bagaimana, aku tidak termasuk yang menonjol di bidang akademik. Aku merasa i just good, but not outstanding. Tapi aku selalu mempertahankan IP di atas 3,00. Itu wajib, karena itu sudah nilai standar banget :) Aku merasa belum mampu bersaing dengan 200 orang lebih teman seangkatanku yang notabene juga pinter-pinter semua. I just average.
4. Fatma: "You just have a crisis, i think. Then, what did you do to cover your average academic achievement in college?"
Pety: Aku mengikuti beberapa organisasi di sekolah. Tapi nggak serakah juga, karena aku mengikutinya satu per satu, per periode bergantian, di Psikologi. Aku ikut BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa), BLM (Badan Legislatif Mahasiswa), dan SKI (Sie Kerohanian Islam). Kecuali untuk SKI, mungkin aku ikut 3 tahun berturut-turut, mulai dari jadi anggota baru, sampai jadi pengurus.
Di BEM, aku jadi bendahara, dimana waktu itu sepertinya untuk pertama kalinya aku memegang banyak uang, tapi sayangnya bukan uang pribadi :) Aku seringkali kebagian mengambil uang kegiatan mahasiswa di rektorat, berjuta-juta. Sempet ketar-ketir, karena aku kemana-mana naik motor, tanpa pengawalan polisi pula :D
Di BLM, aku kenal orang-orang "aneh" macam mas Salman, mas Is Harjatno, mas Bowo, mas Indra, dll. Cowok-cowok anti mainstream yang sebelum aku kenal, untuk menyapa mereka aja aku takut :)
Di SKI, aku benar-benar ngerasa i found my second home. Kalian pernah merasakan, ketika your life values bertemu dengan organization's values, maka kalian bisa loyal disana. Dan jangan salah, anak-anak SKI (setidaknya zaman itu), juga banyak yang berprestasi secara akademis. I miss them so much! Our togetherness, laughter, happiness, and pain.
5. Fatma: "From your statements above, i know you were worked hard to build up your personality and found out who the real you. Right?
What was the hard thing to do that you want to do again now?"
Pety: Berkemah. Sejak SMP aku sering berkemah, berkat aku ikut Pramuka sekolah. Mulai dari Persami (Perkemahan Sabtu-Minggu di halaman sekolah), lengkap dengan jurit malam mengelilingi sekolah bersama kakak-kakak kelas yang pura-pura jadi setan, lalu kemah di luar sekolah (waktu itu di lapangan Batalyon Infanteri 521 Kediri), kemah di Wonosalam Jombang, kemah di Pantai Karanggongso, kemah di Penampehan Tulungagung. Tapi, puncak karir prestasi kepramukaanku *halah* adalah waktu aku pernah jadi Pratami (ketua putri Pramuka di SMP) dan terpilih mewakili sekolah bersama Pratama-ku untuk mengikuti Jambore Daerah di Bumi Perkemahan Pacet, Mojokerto (beberapa bulan setelah itu Pacet longsor). Disana aku betul-betul bertemu teman-teman se-Jawa Timur. Pernah malam-malam aku terpisah dari kelompokku, dan karena jarak antara tenda dan tempat acara lumayan jauh, jadi aku jalan kembali sendiri ke tenda tanpa senter jam 10-an malam, sekitar 1 kilometer, bulu kuduk semriwing, nggak berani liat ke belakang, dan dalam suhu udara yang sangat dingin. Untung ada beberapa panitia yang stay di beberapa pos dan membantu menerangi jalan, itupun setiap beberapa puluh meter sekali :( Ya, kemah itu berat, butuh mental dan fisik yang kuat :)
sumber gambar |
6. Fatma: "Your dad passed away when you were teenage. What did you feel?"
Pety: Sedih yang pasti. Sempat beberapa lama aku berpikir, "Bener nih, aku udah nggak punya bapak lagi?" :) Tapi lama kelamaan, semua jadi normal seperti sedia kala, kecuali bahwa status baru bahwa aku menjadi anak yatim. Perenungan dan pemaknaan yang cukup dalam akan hidupku sendiri, membuat aku berkesimpulan bahwa sungguh Tuhan adalah pembuat skenario terbaik. Aku memiliki ibu yang berwatak keras, tidak suka jika pendapatnya (yang dirasa baik dan benar) dipatahkan oleh orang lain, pekerja keras, perfeksionis, ingin segala sesuatu berjalan sesuai rencana, banyak tutur-tutur (menasihati), tapi juga sangat mudah tersentuh hatinya, mampu berbicara mulai dengan tukang becak sampai walikota dengan pemilihan bahasa yang tepat, dan disegani orang lain.
Tuhan memberi aku ibu dengan segala ke"keras"annya seperti itu, karena Tuhan tahu, ketika anak-anaknya masih remaja dan butuh penguatan agar memiliki pondasi kepribadian yang kokoh, ia akan menjanda. Ia harus mencari uang dengan keringatnya sendiri, menjaga agar anak-anaknya tidak makan dari sesuatu yang haram, berusaha agar anaknya tetap setara dengan teman-temannya, memilihkan anak-anaknya jodoh yang shaleh, dan menjadikan anak-anaknya sendiri menjadi wanita-wanita yang shalehah. All by her own hands, dan dengan izin Tuhan. Dan dengan seluruh pertimbangan dan lika-liku hidup yang dialaminya, entah bagaimana, ibuku tidak ingin menikah lagi sampai sekarang. Only one man in her entire life, and he is my father :)
7. Fatma: "What are two words can make you so sensitive, and why?"
Pety: "JANDA" dan "BAPAK". Karena "janda" adalah ibuku, dan ibuku adalah janda. Cukup mengherankan ketika orang bercanda bahwa ungu adalah warna janda, karena ibuku lebih suka hijau daripada ungu :) Dan "bapak" adalah karena sejak awal aku pribadi tidak terlalu dekat dengan bapak, dan sekarang bapak sudah nggak ada.
Oya, dulu waktu aku masih remaja, aku sering mempertanyakan dalam hati tentang adegan bentak-membentak antara suami-istri di sinetron-sinetron bodoh Indonesia. Apakah itu nyata? Karena, aku bersyukur, bahwa aku hampir tidak pernah melihat kedua orangtuaku saling memaki di hadapan anak-anaknya. Kalau berbicara dengan tegas, iya sesekali. Tapi untuk saling menuding, menggebrak meja, berteriak, atau bahkan KDRT, sama sekali tidak pernah. Ibuku bilang, semua masalah suami-istri diselesaikan di kamar, menunggu anak-anak tidur, dan tanpa teriak. I wish i could do it too, someday.
8. Fatma: "Some people called you as a woman come from the "lucky family" and they want to have a family like yours. What's your comments?"
Pety: Keluarga yang beruntung? Aku selalu mensyukuri dari mana aku berasal, itu saja. Kalaupun ada orang yang mungkin, karena aku cukup sering bercerita secara langsung atau menulis tentang mereka disini, lalu mereka bilang "aku ingin keluarga seperti keluargamu", aku sangat senang dan aku hargai itu. Tapi ingat, jangan sampai ada yang jadi kufur nikmat, mengingkari nikmat Tuhan yang telah memberi kalian keluarga yang hebat juga.
Keluargaku tidak sempurna. Kalau ada yang ingin punya keluarga sepertiku, kalian siap ditinggal bapak kalian saat kelas 2 SMP? Kalian mau hidup sederhana demi tetap bisa sekolah? Kalian mau naik angkot ke sekolah dan bukan mobil mewah ber-AC? Kalian mau "terpaksa" menggunakan buku pelajaran kakak kalian dan bukan membeli baru buku-buku itu tiap pergantian tahun ajaran? Kalian mau tidak jajan di sekolah karena ibu kalian sedang menabung untuk biaya kuliah anaknya nanti?
Your life is also perfect, guys! Kalau kalian benar-benar memahami apa arti hidup kalian, kalian nggak akan pernah ingin dilahirkan di keluarga lain kok :) Tapi jika kalian ingin tetap punya keluarga sepertiku, dengan seperangkat suka dukanya, come here, come with me, i'll regard you as my family member, no doubt :)
9. Fatma: "I agree with you, Pety. Anyway, you are just become a psychologist, aren't you?"
Pety: Hehehe... hehehe... hehehe... Jadi, hari Senin tanggal 1 Oktober 2012 kemarin aku sidang tesis dan alhamdulillah dinyatakan lulus. Secara de facto, memang aku sudah selesai kuliah S2 ini. Hanya de yure-nya menunggu ijazah keluar, untuk mendapatkan gelar M. Psi, Psi., yang artinya 2 tahun ini aku telah menempuh pendidikan Magister Psikologi dan berhak disebut Psikolog, spesifiknya dalam bidang Industri dan Organisasi.
Cukup berat tanggung jawabnya karena ini merupakan sebuah profesi, yang insya Allah tanggal 19 Oktober 2012 besok akan diadakan yudisium, dan kami yang telah lulus profesi akan disumpah dengan Al-Qur'an (dan kitab suci lain untuk agama lain) di atas kepala kami. Pelanggaran kode etik profesi dan segala perbuatan yang menyimpang atau disengaja keliru, tidak hanya akan mendapat konsekuensi negatif dari pihak Himpsi (Himpunan Psikologi) Indonesia, tetapi juga di hadapan Tuhan. Itu jauh yang lebih berat. Mau gitu, nanti di akhirat masuk neraka? Na'udzubillahi min dzalik. Wong yang nggak disumpah pake Al-Qur'an aja udah dosa kalau melakukan perbuatan buruk, apalagi yang disumpah. Well, wish me luck for my plans, yah! :)
10. Fatma: "I wish you luck, always :) But, wait, wait. Why did i asked you these nine questions like that, and why did you disposed to answered me?"
Pety: Ah, gimana sih lu, Fatma. Udah ngomong ngalor-ngidul begini baru nyadar ngapain ngomongin beginian. Capede! Ya anggep aja kamu udah bantu aku untuk merangkum dan memaknai perjalanan hidupku mulai kecil sampe sekarang, 26 tahun ini, tepatnya tanggal 2 Oktober 2012 kemarin :) Jujur, waktu aku jawab beberapa pertanyaanmu, aku berpikir keras, memaknai apa yang selama ini tidak aku perhatikan, belum aku ketahui, dan belum aku sadari. Thank's for helping me, Fatma! And yes, my graduation is one of my biggest gift from Allah. Alhamdulillahi Rabbil 'alamiinn...
Fatma: "Aahh... you are welcome, darl. Hope your work selection test result would direct you to the best workplace, the best work partners, and make you become a better woman, day to day, wherever you are."
Pety: Amiinn... :)
Wassalamu'alaikum
*ps: Terinspirasi dari wawancara imajiner yang dilakukan Pandji Pragiwaksono di dalam blognya.
Aku lebih suka panggil "Fatma" :D
ReplyDeleteiyaah, nama "Fatma" emang cantik kok mas #ups :)
Deletemenarik tulisannya...:)
ReplyDeleteaku suka panggil kamu hoi :| *dirajam*
ReplyDeletehoi! hoi! hoi! *ambil samurai*
Delete