Drama dengan TKI Malaysia Asal Tulungagung

, , 5 comments
Assalamu'alaikum

"Kosong?" tanya seseorang kepadaku.
"Eh iya", jawabku.
Aku memindahkan tasku dari bangku sebelah. Bapak-bapak itu duduk di sebelahku.
Hening sejenak, di dalam bus Harapan Jaya (Harjay) jurusan Surabaya-Tulungagung ini. Sebelum semuanya berubah. Jeng jeng jeng....!!!

"Dari mana mbak?" tanyanya lagi.
"Hah?" Aku sedang lemot-lemotnya waktu itu. Tapi cukup waras. Kenapa pula bapak ini nanyain aku dari mana. Kan naiknya juga sama, di terminal Bungurasih, Surabaya. Berarti aku ya dari Surabaya. Bukannya seharusnya ia bertanya, "Mau kemana mbak?", dan bukan malah "Dari mana mbak?"
Melihat aku yang begitu leletnya gak segera menjawab, bapak itu menjawab sendiri, "Dari Surabaya?"
"Hah?" masih dengan kelemotan. "Iya. Emang Bapak dari mana?" tanyaku penasaran juga.
"Dari Kei-El (KL)"
"Hah? KL?". Aku mengingat-ingat, KL biasanya istilah untuk orang menyebutkan daerah Kuala Lumpur, Malaysia. "Kuala Lumpur?" tanyaku.
"Iya"
Wusshh...Keren nih bapak.
Aku langsung membayangkan negeri Malaysia yang the trully Asia itu begitu jelas di depan mataku. Indah sekali.
This is it! Malaysia! *kenapa ada Farah Quinn disini?*
Badanku yang tadinya hadap ke jendela dan gak bersemangat, langsung deh mulai hadap depan.
Aku liat tas bapak itu, cuma tas punggung biasa, agak gede. Biasanya kan orang dari luar negeri, termasuk dari Kei-El itu bawa koper-koper gede gitu. Ini enggak. Awalnya aku curiga dia berbohong *terlalu curiga itu gak baik, jangan ditiru*

"Mmm...bapak kerja disana?" aku mulai tertarik.
"Iya. Ribeh."
"Ribeh?"
"Ribeh."
"Ribeh?"
"Iya!"
"Mmm... itu gimana ya Pak kerjanya?"
"Ya...di khen-threk-ther (contractor) mbak!"
Makin salut aku sama bapak ini. Pengucapan Bahasa Inggrisnya bener bo', lancar. Buktinya, dia ngomong kontraktor aja dengan khen-threk-ther. Ya mungkin secara bahasa, disana kalo gak pake Bahasa Melayu, ya Bahasa Inggris, jadi gak heran juga kalo dia fasih ngomong begitu. Masih kedengeran banget logat Melayu nya yang kental juga.
"Oh... di bagian apanya Pak di kontraktor? Yang mbangun bangunan? Atau di kantornya?"
"Saya ini cari-cari orang mbak"
"Cari-cari orang?"
"Iya"
"Cari pegawai?"
"Iya".
Oke, sementara dapat aku simpulkan bahwa bapak ini adalah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia yang kerja di kontraktor, bagian... mmm... apa kayak bagian HRD nya ya? Bagian cari orang sih! Hihihi. Tapi kalo diliat dari urat-urat di tangannya yang menonjol, kemungkinan juga bapak ini kerja berat juga secara fisik. Perawakannya agak tinggi, kurus biasa, warna kulit gelap. Ya, bisa jadi. Dengan postur "proporsional" seperti ini, masih memungkinkan buat dia untuk cekatan bekerja secara fisik, membangun rumah/ gedung, misalnya.
Tapi jangan salah, meski bapak ini orang "lapangan", dia wangi lho. Aku bisa mencium aroma parfumnya selama perjalanan. Mungkin bukan parfum dengan harga jutaan seperti yang dijual di etalase mall-mall mahal. Tapi setidaknya, ketika keteknya melewati hidungku, ketika tangannya ingin membetulkan AC di atasku, dia wangi :)

"Wah, kok tak ada orang jualan makanan ya?" tanyanya dalam logat Melayu dengan memasang muka kelaparan.
"Hah? Emang gak ada Pak. Ini kan bus patas (cepat terbatas), jadi penjual makanan hanya boleh masuk sebelum bus berangkat tadi, di terminal. Atau nanti kalau sudah sampai di Kediri kota, baru ada lagi penjual yang masuk", terangku bak tour guide buat dia.
"Oh gitu ya?"
"Iya"
"Padahal aku laper banget mbak."
"Bapak belum makan?"
"Belum. Eh sudah tadi sebelum berangkat. Cuma roti. Saya pikir disini nanti ada penjual makanan, jadi ya sudah saya gak bawa makanan lagi."
"Oh..." Kasian sekali dia. Aku ingat, aku bawa beberapa makanan ringan dari rumah bulikku tadi. Ada beberapa keripik dan bolu. Aha! Mungkin bolu ini bisa cukup mengenyangkan buat dia. Bolu biasa, yang kalo dimakan bikin orang seretan dan agak terlalu manis menurutku. Tapi enak, hihi. Kalo dikasih keripik, gak mungkin bisa kenyang. Yowis, aku keluarkan tu bolu.
"Ini saya ada roti sedikit Pak. Monggo" *menyodorkan bolu*
"Tak apa-apa nih mbak? Mbaknya tak makan? Saya tak enak lah."
"Sudah pak, beneran", waktu itu emang aku sudah kenyang. "Tapi maaf ya pak, memang ini sudah saya ambil sebagian tadi."
"Tak apa-apa". Trus dia ambil satu bolu bulat.
"Mau lagi pak?"
"Ah, tak papa ni?"
"Iya nggak papa pak"
"Nanti mbaknya makan apa?"
Grrrhhh... "Sudah pak, saya sudah kenyang. Silahkan."
Dia mengambil 1 bolu lagi dengan sungkan-sungkan.
Setelah habis, "Ini masih ada pak, monggo."
"Enggak mbak. Sudah, terima kasih banyak."
"Iya"
"Emmm... tapi ini gak ada minumnya ya? Hehe..."

GUBRAK!

"Oh iya ini saya ada Pak" *menyodorkan Nu Green Tea with Honey*
"Tak apa-apa nih mbak?"
"Gak papa pak. Saya sudah kok. Tapi maaf ya Pak, sebagian sudah saya minum, cuma sedikit kok. Eh tapi saya tadi pake sedotan. Bener. Ini nih, saya ambil sedotannya ya Pak" *buka tutup botol, ambil sedotan*
Sebenernya agak sungkan mau ngasih dia minuman "sisa" ke bapak itu. Tapi mau gimana lagi, daripada dia keseretan, haus, dan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Ngadu ke sopir bus kalo aku gak ngasih dia minum, misalnya. Kenapa juga dia ngadu ke sopir???
"Iya, makasih ya mbak", dia menerima botol Nu Green Tea with Honey dengan malu-malu.
"Sama-sama."
Sumfah, ini bukan iklan! :)
"Eh ini rasa tehnya ada madunya ya mbak? Manisnya beda!" *menatap botol teh dengan kagum*
GUBRAK!
"Hehehe iya pak" *sambil berpikir, mungkin ini orang di Kei-El di bagian pelosoknya, sampe-sampe gak tau kalo misal pemerintah Malaysia juga bisa bikin teh campur madu, campur melati, campur saos tomat*
Selang semenit. Dua menit. Dia merogoh kantong belakang celananya. Perasaanku udah gak enak aja nih. Pikiranku udah melayang kemana-mana. Aku bayangin, kalo sampe bapak itu nanti ngasih duit ke aku sebagai tanda terima kasih udah dikasih makan dan minum, aku bakalan marah dan tersinggung banget. Kecuali kalo duitnya 10 juta, baru aku mau terima *devil* Emang gue cewek apaan, yang ngasih barang trus dikasih duit. Kan eke gak lagi jualan!

Bener aja. Dia ngeluarin dompet, dan dari situ ngeluarin duit merah kertas. Bukan, bukan 100 ribuan. Tapi uang Ringgit.
"Ini mbak, tolong diterima."
"Aihhh, enggak pak. Beneran nggak usah. Ini lho tadi emang saya punya makanan sama minuman, gak beli. Nggak usah, beneran."
"Tak mbak, tolong diterima. Ini uang Ringgit saya satu-satunya yang masih ada. Lainnya udah saya tuker di money changer (tempat penukaran uang) tadi. Ya anggap aja sebagai kenang-kenangan. Ya mbak ya?"
"Ah nggak usah juga nggak papa kok pak", aku tetep ngotot.
"Ayolah mbak. Tak apa."
Yowis, karena dia memaksa dan aku pengen juga punya uang Ringgit (halah), akhirnya aku terima tuh uang.
"10 Ringgit", gumamku membaca nominal yang tertera di atas uang itu.
"Uang segitu kalo disana cukup buat beli cigarette (rokok) aja mbak", terang dia.
"Oh... Emang 1 Ringgit itu berapa rupiah ya mbak?"
"Ya... sekitar 3500-an mbak"
Berarti disana uang 35 ribu cuma buat beli rokok. Sayang sekali. Udah duit habis, paru-paru rusak. Hmmm...
"Iya, terima kasih banyak ya pak", kataku sambil memasukkan uang ke dalam tas.
10 Ringgit, di Malaysia bisa buat beli rokok 1 pak :-/
"Eh iya, bapak namanya siapa?" *tepok jidat dalam hati, kok ya barusan nanyain nama*
"Edi. Kalo mbak?"
"Mmmm... Fatma." Sebenernya mau jawab 'Tamara Blezinsky', tapi apa daya bodi dan wajah gak mendukung.
"Udah berapa lama di Kei-El pak?"
"Mmmm... saya disana dari tahun 2000. Lama ya?! Ya sekitar 11 tahun-an."
"Sering pulang ke Indonesia?"
"Ya enggak juga sih, paling cuma 4-5 kali aja."
"Ini bapak mau balik kesana lagi? Gajinya gede donk pak? Hehehe"
"Tak mbak. Meski gaji besar, tapi kerjanya capek banget mbak. Mending balik ke Tulungagung aja, nerusin bisnis disana."
"Oh, jadi ini gak balik lagi ya pak?"
"Iya. Sebenernya bos kemarin juga menghubungi saya lagi buat kerja disana, tapi saya bilang 'Tak lah bos', gitu.
"Hooo iya iya iya."

"Mbak Fatma umurnya berapa?
Duh ini, aku gak suka mulai ditanya-tanya pribadi banget kayak gini. Mau jawab 17 tahun, tapi lagi-lagi wajah gak mendukung.
"25 Pak", dan entah aku harus menyesal atau bangga, aku takut banget dosa kalo bohong sama orang lain *angel*
"Kalau saya sih 30-an, mungkin 32-an. Udah nikah?"
Yak, terusin aja pak tanya-tanya begitu.
"Belum."
"Udah punya pacar donk?"
Haduuuhh, bumi telanlah aku! Well, aku harus mencari strategi nih. Kalo aku bilang belum, dia mungkin akan melakukan hal yang tidak-tidak (halah, GR). Jadi aku harus melakukan white lie. Ampuni aku, Ya Allah!
"Hehe udah pak"
"Pacarnya di Surabaya juga?"
"Hehe iya pak"
"Kerja di Surabaya?
"Hehe iya pak"
"Udah ada rencana nikah?"
"Hehe mohon doanya aja pak"
"Oh..."

(*) Untuk Pak Edi yang terhormat dimanapun Anda berada, maafkan saya jika di akhir perjumpaan kita, saya berbohong tentang hal ITU. Semoga Allah memberikan 'pelajaran' masing-masing pada kita atas pertemuan kemarin. Amin. Tisu mana tisu...

Wassalamu'alaikum

nb: Gambar diambil dari sini dan sini

5 comments:

  1. Lumayan 10 ringgit, bisa beli Nu Grean Tea 5 botol hehe..
    Btw kalau ditanya sudah punya pacar jawab aja dengan muka polos
    "Pacar itu apa ya pak"? wekekeke..

    ReplyDelete
    Replies
    1. haha langsung tambah gendut ah nanti kebanyakan minum manis :p
      oke, akan saya jawab, "Pak, kata mas Ridho, saya disuruh jawab: Pacar itu apa ya pak?" :p

      Delete
  2. Hihihih Pety... dari awal pembicaraan aku saluuuut bangeet, kamu udh berupaya utk menjadi "Angel", :D gak boleh bohong,harus jujur, karena takut dosa,... eeeeh terakhirnya dirimu bohong jugaaa.... wkwkwk

    Baiklaaaah... hal yg wajar, saya akan melakukan hal yg sama JIKA berada di posisimu *dieeeng*

    Tengkyu Honey...... :))

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehe iya, kadang dilema juga berhadapan dengan situasi begitu *sok angel :p

      Delete