Jatuh Cinta Diam-diam (part 1)

, , 2 comments

Assalamu’alaikum

Post kali ini terinspirasi dari salah satu cerita Raditya Dika dalam buku kelimanya, Marmut Merah Jambu.

CINTA itu abstrak, tak berbentuk, tak berwujud, tapi dia nyata. Tiap orang (yang normal) pasti pernah ngerasain yang namanya jatuh cinta. Orang sebenernya gak pernah ada yang bisa mendefinisikan cinta secara tepat, sebuah kamus sekalipun. Ada yang bilang cinta itu pengorbanan. Iya, kalo itu lagi pas Idul Adha. Cinta mungkin sebuah rasa sayang. Itu sinonim atau padanan katanya aja. Atau mungkin cinta itu buta. Iya kalo yang lagi jatuh cinta bernama Si Buta dari Gua Hantu.


Kadang kita hanya mampu mendefinisikan CINTA menjadi kepingan-kepingan penyusun katanya saja, yaitu bahwa cinta adalah C + I + N + T + A, persis seperti sebuah judul lagu salah satu band di Indonesia, yang awalnya aku anggap cupu banget liriknya. Setelah merenung 7 hari 7 malam, aku akhirnya sadar, bahwa lirik lagu itu mungkin benar.
Tapi untungnya Tuhan memberi kita hati untuk cukup peka merasakan apa itu cinta. Kita cukup bisa tau bahwa ketika kita memandang atau ngobrol dengan seseorang, lalu timbul sebuah getaran halus, berkali-kali, di dalam dada kita, itu artinya kita sedang jatuh cinta.

Jangan salah, cinta itu kadang tanpa syarat. Kalo kamu pernah suka atau “mencintai” seseorang yang gak terlalu cantik atau ganteng, gak terlalu kaya, gak terlalu pinter, dan “gak terlalu-gak terlalu” lainnya, mungkin kamu tau apa yang aku maksud disini. Jatuh cinta bisa kepada siapa saja, kapan saja, dan mungkin cinta yang “murni” itu tak pernah salah. Kita bisa menjatuhkan hati kepada siapa saja, dan sekali lagi, mungkin tanpa syarat. Jadi, aku menyimpulkan bahwa yang jelas cinta itu adalah sebuah PERASAAN.
source: google.com
Tapi gak semua orang bisa mengungkapkan perasaan cintanya. Cinta kepada lawan jenis, antara manusia laki-laki dan perempuan.

Kalo kamu merasa pernah mencintai seseorang tanpa bisa mengatakan langsung kepadanya, percayalah, itu wajar. Seperti aku, aku pernah menyukai (kalo belum bisa dibilang mencintai) seseorang, berkali-kali, hingga sekarang, tanpa orang itu tau bahwa aku sedang menyukainya.

Ada teman kakakku yang menurut ukuranku pas SMP dulu, kece banget. Putih, tinggi, imut, dan suka warna KUNING. Tasnya kuning, helmnya kuning, skuternya kuning. And you know, saking tergila-gilanya aku padanya, aku pun “pura-pura” ikut suka dengan warna kuning. Aslinya, aku gak memfavoritkan salah satu warna aja. Aku suka semua warna, asal dipakai atau digunakan di tempat yang pas. Alhasil, aku membeli tas yang berwarna kuning juga. Tiap kali aku pake tas itu ke sekolah, rasanya seneng banget, kayak ada dia terus di sampingku. Padahal si mas-mas itu juga gak tau aku pake tas warna apa, bahkan gak tau aku itu siapa, orang gak pernah kenalan juga kok. Kita juga beda sekolah. Aku masih SMP, sedangkan dia SMA. Norak banget ya!?

Aku juga pernah suka sama beberapa teman cowokku, pas sekolah dulu. Ada yang karena pinter, ganteng, lucu, berwibawa, dll. Kalo dibilang “love at the first sight”, gak juga tuh. Gak kayak di sinetron-sinetron gitu yang ada cewek pas jalan gak sengaja nabrak cowok, trus bukunya berhamburan, trus cewek dan cowok sama-sama memunguti buku tersebut, gak sengaja tangan si cewek nyenggol tangan si cowok, lalu mereka bertatap mata beberapa menit (diiringi lagu Menghujam Jantungku-nya Tompi), trus mereka jatuh cinta, nikah, hamil, trus  punya anak. Begitu anaknya udah gede, tiba-tiba mereka cerai, trus semuanya mati, karena sutradaranya udah kehabisan bahan cerita atau ratingnya udah mulai turun.

Yang ada, mungkin “napsu at the first sight”, ato “suka pada pandangan pertama”. Ini lebih realistis. Menurutku, dua orang yang saling jatuh cinta itu membutuhkan chemistry, kayak yang selalu dibilang Choky Sitohang, presenter paporitku, di acara Take Me Out Indonesia, dan itu terjadi setelah ada interaksi diantara mereka, entah hanya ngobrol sepatah dua patah kata, atau setelah mengamati gerak-gerik lawan jenisnya tersebut selama beberapa menit. Kenyataannya, jatuh cinta tidak pernah sesimpel di sinetron, kan?

Fenomena ini bisa dijelaskan juga dengan penelitian yang menyebutkan bahwa dua orang yang saling jatuh cinta itu mengeluarkan hormon yang namanya feromon, yang dari jarak beberapa meter aja kita udah bisa merasakan kehadiran si doi atau tiba-tiba hati kita bergetar entah kenapa, yang ternyata agak jauh disana, ternyata ada orang yang kita sukai yang sedang jalan menuju ke arah kita.
Ato juga kalo kita sudah pada tingkatan memiliki “ikatan batin”, rasa-rasanya kita bisa merasakan apa yang sedang orang tersebut rasakan. Misalnya kita pengen nyapa orang tersebut di kampus tapi gak berani, eh dia akhirnya nyapa duluan. Atau kita pengen SMS sekedar pengen tau keadaan dia, eh dia SMS duluan. Dan seringkali, kita cukup “pandai” untuk membedakan mana orang yang nyapa dan SMS hanya sebagai “temen” dan sebagai “orang yang mencintai” kita. Cinta kadang bekerja secara ajaib!

Ada temanku perempuan yang tanya, “Apakah kita tidak terlalu GR merasa bahwa doi mencintai kita, padahal dia gak pernah sekalipun menyatakan cintanya kepada kita? Mungkin aja dia suka ngajak ngobrol kita hanya sebagai teman baik, bukan sebagai orang yang juga dia cintai?”
Aku menarik nafas panjang.
“Entahlah”, jawabku biasanya. “Tapi entah bagaimana jika kita peka, kita cukup tau bahwa orang tersebut mencintai kita atau tidak!”
“Bagaimana kalo perkiraan kita salah?” tanyanya lagi.
“Setidaknya kita merasa bahwa jika bukan dia, selalu ada orang di luar sana yang peduli dengan kita. Believe me, there’s always one who does it for us!
“Kalau kita lagi sakit, misalnya, mungkin dia tidak langsung mengatakan pada kita semacam ‘semoga cepet sembuh ya’, sambil bawain makanan kesukaan kita, ato kalo kita lagi seneng, dia juga gak akan bilang ‘selamat ya’ secara langsung kepada kita, tapi dia selalu mendoakan untuk kesehatan kita di setiap akhir shalatnya, dia selalu ingat kita, atau selalu ikut merasa senang dan sedih seiring perasaan kita saat itu”, jawabku sotoy.
Karena mungkin sama dengan kita, dia juga jatuh cinta kepada kita secara diam-diam. Who knows?

2 comments:

  1. ..saking tergila-gilanya aku padanya, aku pun “pura-pura” ikut suka dengan warna kuning..

    Untung aku gak ikut2an bikin kerajinan tangan.. :D

    ReplyDelete
  2. @yanu: waaaaaahhhh komennya sekalian curhat nih??
    loe banget, Yan! wakaka piss
    wis pokoke sebagai sahabat baik,aku mendoakan agar Yanu diberi yg terbaik pada saat yg terbaik oleh Allah Yang Maha Baik yah, amin....... =)

    ReplyDelete