Sebetulnya bukan tema-ku banget. Hanya saja dengar kata 'interfaith', aku langsung teringat dengan kata-kata pak Maufur, temanku dosen. Beliau kapan hari ke Amerika dan besok September ke Oslo, Norwegia. Aku bilang ingin juga academic trip seperti itu, dan beliau mengatakan tidak harus dalam rangka penelitian kalau ke luar negeri, tapi juga bisa "sekedar" diskusi, misalnya tentang interfaith. Singkatnya, begitulah kenapa aku tertarik dengan judul seminar yang aku datangi ini, karena ada kata interfaith-nya. Semacam studi antaragama atau kepercayaan.
Haha demikianlah... alasan yang sepele.
Aku dulu sering berpikir bahwa diskusi yang dihadiri oleh orang dari multinegara akan terkesan wah dan sangar gitu. Ternyata... nggak sebegitunya kok. Hehe. Ini kebetulan hanya dihadiri oleh pembicara dari Chulalongkorn University Thailand dan kandidat doktor Ilmu Politik Universitas Airlangga Surabaya. Pembicaranya pun karena bukan native English, jadi bahasanya juga Thai-nglish dan Indo-nglish. Atau apalah namanya.
Satu hal yang aku pelajari dari forum semacam ini: bahwa aku pun suatu saat bisa juga bicara di forum internasional, bahkan mungkin lebih baik. Jika calon doktor saja masih sangat medhok dalam bicara bahasa Inggris tetapi berani tampil di depan publik, kenapa aku yang Jawa-nglish takut?
Jadi ingat satu kejadian lagi. Ketika salah satu saudaraku, bu Sirikit Syah, kuundang untuk menceritakan kisah inspiratifnya di Kediri dan mengatakan bahwa beliau dengan bekal bahasa Inggris yang medhok nya bisa keliling dunia dan tidak pernah ditertawakan oleh orang negara lain (malah dianggap lucu dan unik), maka aku pun semakin terpacu juga untuk melakukan hal-hal yang lebih besar dalam hidup.
"Jika kita mungkin diremehkan atau ditertawakan ketika bicara bahasa Inggris di Indonesia karena aksen atau karena tepatah-patah, maka orang luar negeri justru lebih menghargai kita, kok. Mereka akan salut pada kita yang mau belajar bahasa internasional. Kalaupun tampak lucu, mereka menganggapnya sebagai keunikan, bukan kelemahan," begitu papar bu Sirikit. Nah.
"Jika kita mungkin diremehkan atau ditertawakan ketika bicara bahasa Inggris di Indonesia karena aksen atau karena tepatah-patah, maka orang luar negeri justru lebih menghargai kita, kok. Mereka akan salut pada kita yang mau belajar bahasa internasional. Kalaupun tampak lucu, mereka menganggapnya sebagai keunikan, bukan kelemahan," begitu papar bu Sirikit. Nah.
Yuuuuk, semangat belajar!
Aku juga pengen....😊😊 meskipun bugis-nglish...hehehe
ReplyDeleteGo get it, Umi! Hehe
Delete