Mungkinkah Kita Ada untuk Mereka?

, , 8 comments
Assalamu'alaikum

Berawal dari kesenangan membaca buku sejak SMP, secara tidak sengaja aku mengumpulkan buku-buku tersebut. Kebanyakan adalah novel, kumpulan cerpen, dan non fiksi Islami. Berlanjut hingga SMA dan kuliah, baru aku menyadari bahwa buku "bacaan"ku jauh lebih banyak daripada buku pelajaran dan kuliah.

Sejak saat itu, aku punya keinginan untuk mendirikan sebuah perpustakaan pribadi di rumah. "Pribadi" dalam arti semua koleksinya adalah milikku sendiri, tapi siapapun boleh meminjamnya. Aku punya khayalan mempunyai sebuah rumah cantik berisi ribuan buku yang terpajang di dinding, mulai atas sampai bawah. Buku itu ada di ruangan tersendiri namun terbuka, dengan tempat duduk yang nyaman untuk membaca.

Pertengahan 2013 ketika aku selesai kuliah dan memulangkan seluruh barang yang ada di kosku Surabaya ke Kediri, aku menata kembali rak buku beserta buku-bukuku di Kediri. Aku senang melihat warna-warni buku itu di rak. Aku periksa, beberapa halaman buku ada yang menjadi berbintik-bintik kuning karena lama sudah tidak pernah dibuka dan dibaca. Selebihnya tetap rapi jali, karena aku menyampulinya dengan sampul plastik transparan.

Kupikir, buat apa lagi coba buku-bukuku ini? Apalagi aku bukan tipe orang yang suka membaca ulang buku yang sudah pernah kubaca. Kecuali buku-bukunya Raditya Dika sih, hehe. Aku bilang ke ibuk, siapapun boleh meminjam bukuku itu, walau aku sedang tidak ada di Kediri, asal ada yang mencatat, mau merawat dengan baik, dan mengembalikannya. Kebetulan, anak-anak tetangga hampir tiap sore selalu ada saja yang bermain di halaman rumah kami. Ada yang bersepeda, bermain bola, petak umpet, main pasaran (kalau kalian tahu :p), atau sekedar ibu-ibu yang menyuapi makan sambil menggendong anak atau cucunya. Bahkan kadang ada yang tiduran di teras rumah. Mungkin karena lebih teduh dan ada angin semilir, jadi bikin ngantuk :)

Gadis-gadis bermain "pasaran" di samping rumah
Ibuk suka mendongeng kepada anak-anak yang suka main ini. Mereka dikumpulkan dan diceritakan berbagai macam kisah. Ibuku bukan pendongeng fiksi, jadi yang diceritakan adalah kisah-kisah para Nabi dan Rasul, cerita rakyat, atau cerita apapun dari buku apapun yang ibuk baca. Alhamdulillah sampai sekarang ibuk juga masih senang membaca. Ibuk langganan majalah Jayabaya yang terbit mingguan. Majalah berbahasa Jawa yang aku sering dipaksa untuk membaca dan memahaminya juga. Apalagi ibuk adalah orang yang senang tutur-tutur (berbagi pengalaman, cerita, menasihati, mengingatkan, memotivasi) kepada orang lain.

Kegiatan lain : mengaji. Saat guru absen, kami bercerita tentang pesawat
Tak disangka, anak-anak senang dengan kegiatan kumpul-kumpul semacam itu. Semakin lama semakin banyak yang datang. Sementara aku sering bolak-balik Kediri-Surabaya, ketika pulang ke Kediri tugasku adalah mendengarkan cerita ibuk tentang anak-anak itu. Ibuk bilang, anak-anak itu butuh tempat untuk bermain. Ya, dalam arti kata sebenarnya. Di desaku, tidak banyak penduduk yang memiliki halaman luas untuk sekedar anak-anak bermain dan berkumpul bersama teman-temannya. Intinya, ibuk mempersilahkan mereka untuk menggunakan halaman kami.

Walau konsekuensinya, ada beberapa hal yang membuat kami cukup emosi. Pertama, ada anak yang dengan seenaknya merokok dan membuang puntung rokoknya di pot tanaman ibuk. Sudah diberitahu, besoknya masih ditemukan puntung dan abu rokok di tempat yang sama. Ibuk sampai pernah menempel tulisan "Dilarang Merokok" di pagar di teras. Sudah macam di SPBU ya. Ibuk pecinta tanaman sih.
Kedua, ada anak yang sudah remaja (aku taksir usia SMP/ SMA) yang pipis di salah satu tanaman di halaman. Emosiku sudah sampai ubun-ubun, lebih karena usia pelakunya, dan bukan karena perilaku anak itu sendiri. Pipis di pohon ya masih bisa dimaklumi kalau itu anak TK yang melakukannya. Kalau sudah besar tapi masih pipis sembarangan, itu gimana pendidikan orangtua di rumahnya? Kan lebih baik kalau dia minta izin numpang ke toilet rumah daripada pipis yang bikin pesing dimana-mana?

Oke, kembali ke masalah buku. Setelah aku diajak temanku untuk mengunjungi Taman Baca Mahanani di Kediri (yang mana saat itu aku baru dengar dan tahu lokasinya), aku semakin yakin untuk mewujudkan keinginanku yang terpendam sejak lama itu: membuat perpustakaan.
Aku sempat berpikir, dengan buku yang masih sedikit (80-an buku), adalah absurd dan konyol untuk mendirikan sebuah "perpustakaan ideal" yang layak dikunjungi orang lain. Tapi ketika aku menunggu koleksi bukuku banyak, mau sampai aku tua pun, tetap ada perasaan belum cukup dan selalu belum cukup. Dengan memakai prinsip "the best time is now", jadilah.

Setelah mengobrol dengan ibuk, ibuk sangat mendukung untuk memulai membuka sebuah perpustakaan super duper mini atau rumah baca atau taman baca atau apalah kalian menyebutnya, di rumah, tepatnya di ruang tamu. Aku mulai mengajak anak-anak ini berkumpul dan ngobrol ringan. Sebenarnya sejak lama, ibuk sudah pernah mewacanakan akan membuat tempat baca buat mereka. Mereka semangat. Awalnya yang berhasil aku ajak "bertukar pikiran" hanya sekitar 2-3 anak. Karena mereka main ke rumah juga secara bergantian. Ada yang meminjam, mengembalikan buku, atau membantuku menyampul buku-buku yang dulu belum sempat disampul. Mereka anak-anak tetangga yang masih TK dan SD.

Sampai jam 20.30, mereka masih betah menyampul buku
Menglasifikasikan buku berdasar kategorinya
Kemudian aku membuat kegiatan perdana yang mengadaptasi dari kegiatan menarik milik teman bernama Arisan Buku. Seperti arisan pada umumnya, anak-anak menyetorkan sejumlah uang (Rp 2.000-an sajaaa per anak, karena masih SD dan duitnya masih minta ke orangtua ye), kemudian dikocok. Yang mendapat uang arisan (mothel), wajib membeli buku baru dari uang tersebut. Kalau masih sisa, terserah digunakan untuk apa uangnya. Kemarin yang ikut arisan berjumlah 27 anak, dengan jumlah uang Rp 54.000,-. Hehe dikit yah? Ya dikit itu mungkin menurut kita, tapi menurut anak-anak SD itu, bisa jadi sejumlah akumulasi uang jajannya selama 10-20 hari. Hihihi. Di pertemuan selanjutnya, yang mothel wajib sudah membaca buku itu, karena dia akan menceritakan isi buku tersebut ke teman-temannya.

Kemarin aku juga kepikiran untuk membuat sebuah papan token economy. Prinsipnya sih menggunakan reinforcement positive, yaitu metode penguatan perilaku positif anak dengan memberikan reward (poin) ketika perilaku positif tersebut muncul. Sedangkan perilaku negatif akan diabaikan, dengan harapan perilaku tersebut akan hilang dengan sendirinya (extinct). Ketika poin sudah terkumpul sejumlah yang disepakati, mereka berhak mendapatkan reward yang lebih besar, yang menarik untuk mereka, harus sesuatu yang memotivasi mereka untuk terus melakukan perilaku positif, dan mereka sendiri yang menentukannya. Jadi, kami tidak menerapkan adanya hukuman (punishment) disini. Kan mereka bukan koruptor, jadi gak perlu dihukum. #halah

Token economy, yang kata anak-anak seperti di serial Sponge Bob
Kalau biasanya di sebuah perkumpulan atau organisasi ada visi, misi, dan tujuan tertentu, aku pribadi sih belum kepikiran untuk membuatnya. Dan alih-alih mempunyai latar belakang alasan yang muluk-muluk, alasanku memberikan tempat kepada mereka untuk "bermain dan membaca" disini hanyalah karena aku suka membaca, dan aku suka anak-anak suka membaca.
Kedua, tampak cukup jelas mereka membutuhkan perhatian lebih, tempat berekspresi, dan butuh orang yang dipercaya untuk menceritakan hal-hal yang aku indikasikan belum berani/ tidak sempat/ enggan mereka ceritakan ke guru/ orangtua mereka.

Program selanjutnya masih belum terstruktur di otakku. Yang jelas aku akan terus menambah koleksi buku, merutinkan arisan buku itu, mendengarkan anak-anak yang senang berceloteh dan suka didengarkan, menampung cerita, keluhan, dan sharing mereka tentang apapun, dan menambah jumlah pengunjung dengan gethok tular (mulut lewat mulut) dari anak-anak (yang selama ini cukup berhasil).

Setelah arisan buku di rumah
Kalau selama ini buku koleksi kami yang sampai sekarang berjumlah sekitar 120-an buah sebagian besar dari koleksi pribadi dan beberapa donasi dari teman-teman (terima kasih para malaikat tak bersayap!), maka sekarang silakan jika teman-teman dan pengunjung blog ini, baik yang aku kenal maupun tidak kenal secara langsung, mau menyumbangkan bukunya buat adik-adik ini :) Jenis bukunya terserah. Bisa novel, cerpen, pengetahuan umum, buku-buku Islam, cerita anak, ensiklopedia, parenting, dsb.
Ke depannya, sasarannya tidak hanya anak-anak ini, tapi juga untuk rentang usia yang lebih lebar: muda-tua. Buku bekas layak baca pun oke. Buku baru akan sangat wow buat kami. Atau ada yang ingin menyumbang berupa uang juga boleh, nanti akan kami belikan buku sesuai kebutuhan.

Lokasinya di Kelurahan Kaliombo, Kecamatan Kota, Kediri, Jawa Timur.

Yang membutuhkan informasi lebih lanjut, bisa senggol ke twitter @fatmapuri atau email fatmapuri@gmail.com. Insya Allah emailnya direspon cepat, karena on my hand. Hihihi.

Terakhir, ini adalah foto favoritku, walau cuma diambil dari kamera ponsel. Mereka tampak ekspresif dan riang :) Kalau ada yang membatin kenapa itu pasirnya putih, itu pasir vulkanik hadiah dari erupsi Gunung Kelud tempo hari.


Mungkin kita diciptakan di dunia untuk mereka (?). Untuk masa depan yang gemilang dari anak-anak ini (?)

Wassalamu'alaikum

8 comments:

  1. wah senang sekali kalo anak2 ini doyan main ke rumah karena cerita dan buku. ini malah wujud gerakan indonesia bercerita yang lebih membumi. lanjutkan dan insya allah akan bermanfaat banyak buat semua

    ReplyDelete
    Replies
    1. wah, Indonesia Bercerita ya? kabotan maaaaas :D
      lagian aku gak pinter cerita. Sejauh ini masih kumpul-kumpul sama anak-anak dan mendengarkan apa yang mereka ingin bicarakan :)
      aamiin... yuk mas Budiono, mau ikutan nyumbang buku buat mereka? :)

      Delete
  2. Waaaahhhhh rumahnya mbah ^_^ jadi kangen pengen kesana lagi mb biar mas rifki maen ama pasir hihihi, salam buat budhe yaaaaa =)

    ReplyDelete
    Replies
    1. di Tasikmalaya nggak ada pasir ya mbak? haha
      yuuuuk... dede' Rifki belom pernah main kediri kan kan kaaan?
      nanti kakak-kakak disini pasti nowel-nowel pipinya Rifki :p

      Delete
  3. wahhhh, hebat sekali idenya! salut deh buat kamu dik Pety, sudah bisa bermanfaat untuk orang banyak dan lingkungan sekitar. lanjutkan ya kegiatan mulianya dan salam untuk anak-anak ceria itu. eh, rumah ibuk-mu asri banget yah *salah fokus*

    ReplyDelete
    Replies
    1. sebenernya ini kegiatan yang sangat sederhana mbak. semoga bisa istiqomah aja, biar adik-adik juga tetep semangat membaca dan belajar :D aamiin.
      ibuk suka tanaman mbak, rajin siram-siram, trus kalo daun-daun lebar itu mulai kotor kena debu, dibersihkan per lembar pake air dan lap. hehe

      Delete
  4. Semoga Pety dan Ibuk sehat selalu, pasti anak-anak juga berharap begitu. :D

    ReplyDelete