Review Buku "11:11", Jika Saja Bukan Fiersa Besari

, , No Comments
Rating 2,5/5

Pernah nggak, beli buku cuma buat "biar punya aja"? Tidak didasari oleh keingintahuan besar pada isinya, atau minat pada karyanya, melainkan ya biar punya aja? Nah, ini buku yang saya beli karena alasan itu. Oya satu lagi alasan, agar saya dapat bonus kepingan CD yang bisa saya putar ketika perjalanan.

Jika saja bukan Fiersa Besari penulisnya, kemungkinan besar saya tak akan membelinya. Seri kedua dari Konspirasi Alam Semesta ini berjudul #11:11. Entah bagaimana membacanya. Sebelas titik dua sebelas? Sebelas sebelas? Sebelas adalah sebelas? Yang jelas, isinya memang sebelas cerpen dari si Bung penyanyi indie ini.
Sayangnya, kali ini saya harus memberikan rating rendah atas karyanya. Memang sejak buku Konspirasi, cerita yang diangkat adalah hal sederhana. Tidak ada sesuatu yang spesial dari diksi atau sudut pandang penceritaannya. Saya justru lebih suka buku #FiersaBesari yang Tapak Jejak. Yeah, traveling things. Sesuatu yang memang sudah dilakonya bertahun-tahun. Sehingga saya membacanya sambil membayangkan dia bercerita tentang perjalanannya sendiri keliling Indonesia.

11:11 isinya beragam. Ada soal cinta (tentu saja), metafor soal kecanggihan teknologi (ini paling absurd), keluarga, dan harapan. Jika harus memilih dua terbaik, cerpen berjudul Harapan dan Senja Bersayap yang cukup membuat saya merenung dan trenyuh. "Harapan" ini ide ceritanya mirip novel Guru Aini-nya Andrea Hirata. Tentang lulusan kampus yang harus mengabdi di pulau antah-berantah sebagai guru. Sedangkan "Senja Bersayap", tentang narapidana yang berkirim surat pada sebuah rumah yang bahkan ia tak tahu penerimanya siapa. Dua cerpen ini ditulis lebih baik daripada sembilan lainnya. 

Fiersa, bagaimanapun, saya menghargainya sebagai seorang seniman. Pemusik dan penulis buku. Dan layaknya beberapa penulis, tentu ada hal-hal dalam karyanya yang masih berlubang dan perlu ditambal di sana-sini :)

0 komentar:

Post a Comment