Keputusan mbakku dan suaminya untuk memilih bersalin di sebuah Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) di Jakarta Selatan adalah karena mendapatkan beberapa referensi yang terpercaya dari teman-temannya yang sudah pernah melahirkan di sana juga. Dari bertukar kabar dengan ibuk dan aku selama kehamilannya, sepertinya kami juga setuju-setuju saja, dan pilihannya memang bagus.

Jarak Tangsel - Jaksel memang cukup jauh. Naik taksi sekitar 1 jam, belum lagi kalau macet. Beruntung ada tol yang menghubungkan keduanya. Keinginan mbakku untuk melahirkan di malam hari, atau paling tidak perginya ke RS di malam hari, dikabulkan Tuhan. Ketuban mbakku pecah dini. Persalinan yang direncanakan tanggal 18 September, akhirnya maju 10 hari, menjadi tanggal 8 September 2014.

Mungkin sudah puluhan pertanyaan dari orang-orang mengenai siapa itu Zafran, yang bernama lengkap Abimana Alzafran. Yang fotonya sering kupasang menjadi profil media sosial, pun aku sering menceritakannya ke teman-teman. Jujur, Hayati lelah menjawabnya, bang. Tapi karena yakin aku bukan Hayati, dengan penuh rasa rendah hati, aku akan menjelaskan.

Zafran adalah keponakanku, anak laki-laki dari mbak kandungku. Maklum, aku hanya 2 bersaudara, sehingga Zafran adalah "keponakan kandung"ku yang pertama. Sekarang mbakku, suaminya, dan Zafran tinggal di Ciputat, Tangerang Selatan. Tak usah kuceritakan bagaimana aku sayang dengan Zafran. Betapa kangennya, pengen cium-ciumnya, peluk-peluknya, membaui iler dan keteknya, akhirnya hanya jaraklah yang memaksaku memendam rasa rindu ini.

“Oke, jadi pilihan pertama nanti mau kuliah dimana, dek?”
“Tentu UI, mbak! Universitas Indonesiaahh!”
“Bagus. Lalu ke dua? Ke tiga?”
Adik sepupuku yang saat itu duduk di bangku kelas 3 SMA (atau kelas XII) lalu menyebutkan beberapa jurusan dan universitas lain sebagai alternatif untuk kuliah. Sejatinya aku sudah lupa apa saja itu, saking kurang familiarnya nama jurusannya di telingaku. Biasa, tipe-tipe anak muda antimainstream.

“Ibuk, ibuk, lihat. Aku pengen dijemput sekolah sama bapak!”, gadis itu merajuk ke ibunya, menunjuk ke teman-teman TK nya yang begitu keluar gerbang sekolah, langsung disambut oleh ayah-ayah mereka dengan senyuman, lalu dinaikkan ke boncengan motornya.
“Ini kan sudah dijemput ibuk, nduk? Ibuk atau bapak kan sama saja?” balas ibunya sambil berlutut di hadapan anak gadisnya.
“Tapi buk, aku bosan naik becaknya Pak Ran! Aku mau dijemput bapak!”

Ibunya menghembuskan napas pelan. Diusapnya rambut cepak gaya Demi Moore anaknya yang lurus tipis sambil tersenyum.
“Ayo nduk, pulang. Kalau kesiangan nanti panas. Ngajinya nanti sore sudah sampai juz berapa?” si ibu berusaha mengalihkan perhatian anak gadis.
“Sepuluh!” jawab si gadis singkat dengan bibir manyun.

***